Selasa, 17 Desember 2013

Pertolongan dari Allah - Bagian I


Awan Khusus 
Ada sebuah nasihat yang sangat Indah kepada diri saya sendiri yang juga insyaallah bermanfaat bagi pembaca. Nasihat ini saya ambilkan dari kitab Riyadus –Shalihin yang ditulis oleh orang sholeh zaman dahulu yang terkenal keikhlasannya. Saking ikhlasnya Imam Nawawi, konon kitab asli dari Riyadus Shalihin tersebut tidak bisa dibakar oleh api.

Nasihat ini sendiri berasal dari hadits Rasulullah SAW yang panjang sebagai berikut : Dari Abu Hurairah RA, dari nabi SAW, beliau bersabda, “ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kemu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini (sebagai modal penanamannya)”. (HR. Muslim).

Bayangkan, bila Allah mengirimkan awan khusus untuk menyirami kebun kita. Di kala orang lain kekeringan, lahan kita tetap subur. Di kala usaha lain pada bangkrut usaha kita tetap maju, dikala krisis moneter menghantam negeri ini – kita tetap survive. Dan ketika usaha kita berjalan baik sementara saudara-sauadara kita kesulitan. sepertiga hasil usaha kita untuk mereka – alangkah indahnya sedeqah ini.

Bagaimana kita bisa memperoleh pertolongan Allah dengan awan khusus tersebut ?, kuncinya ya yang di hadits itu : kita bersama keluarga kita hanya mengkonsumsi sepertiga dari hasil kerja kita. Sepertiganya lagi kita investasikan kembali, dan yang sepertiga kita sedeqahkan ke sekeliling kita yang membutuhkannya.

Karena janji Allah dan rasulNya pasti benar, maka kalau tiga hal tersebut kita lakukan – Insyaallah pastilah awan khusus tersebut mendatangi kita. Namun jangan dibayangkan bahwa awan khusus tersebut harus benar-benar berupa awan yang mendatangi kita. Bisa saja awan khusus tersebut berupa teman –teman kita yang jujur yang memudahkan kita dalam berusaha, atasan kita yang adil yang memperjuangkan hak-hak kita, atau karyawan kita yang hati-hati yang menjaga asset usaha kita, dan berbagai bentuk ‘awan khusus’ lainnya. Wallahu A’lam bis showab.

Sumber :

Judul Asli : Oleh : Prinsip Pengelolaan 1/3 Harta
Published on Saturday, 22 November 2008 09:43
Oleh : Muhaimin Iqbal

Prinsip 1/3 Revisited..

Hampir lima tahun lalu tepatnya tanggal 22/11/2008 saya menulis “ Prinsip 1/3 Dalam Pengelolaan Harta”. Saya kembali angkat tema ini karena adanya fenomena yang menarik tentang proses kebangkitan ekonomi China, sampai-sampai gurunya investasi dunia barat seperti Jim Rogers-pun memindahkan fokus investasinya dari Amerika ke China. Ternyata negeri China bangkit ekonominya dalam 30 tahun terakhir menggunakan prinsip yang mirip dengan prinsip 1/3 ini.

Tiga puluh tahun lalu GDP per capita di China hanya sekitar US$ 400, kini di kisaran US$ 5,400. Tidak terlalu tinggi memang, tetapi perlu diingat bahwa ini untuk negeri dengan penduduk 1.4 milyar. Artinya ada pergerakan peningkatan kemakmuran yang masif untuk begitu banyak orang hanya dalam tiga dasawarsa.

Bagaimana mereka melakukannya ? dari mana dana untuk membiayai pertumbuhannya ? ternyata bukan dengan hutang sebagaimana banyak dilakukan oleh negara-negara lain yang ingin membangun kekuatan ekonominya.

Sekitar 30 tahun lalu ada perubahan sikap besar-besaran di China dari rakyat yang penghasilan rata-ratanya masih US$ 400 saat itu. Perubahan itu adalah mereka berhemat, mengkonsumsi hanya sekitar 30 % penghasilannya, menyimpan 35% dan yang 35 % sisanya diinvestasikan. Mereka berubah dari orientasi hidup untuk saat ini, menjadi untuk masa depan.

Mereka komunis, tidak berharap adanya kehidupan setelah kematian – itupun bersedia berkorban untuk kehidupan masa depan – dan mereka sukses untuk apa yang mereka lakukan.

Prinsip 1/3 untuk umat Islam mestinya bisa lebih dari apa yang dilakukan oleh rakyat China. Dengan mengkonsumsi 1/3 dari penghasilan kita, menginfaqkan 1/3-nya dan menginvestasikan 1/3-nya. Inilah keseimbangan dalam Islam.

Sepertiga yang dikonsumsi adalah agar kita bisa hidup layak saat ini, 1/3 yang diinvestasikan adalah untuk masa depan kita dan anak-anak kita  dan 1/3 yang diinfaqkan adalah untuk kehidupan abadi kelak kita setelah mati.

Bayangkan bila prinsip 1/3 ini bisa menjadi gerakkan masif di negeri ini seperti yang terjadi di China 30 tahun lalu, maka akan ada bahan bakar pertumbuhan ekonomi yang luar biasa di negeri ini. Sepertiga yang diinvestasikan akan menumbuh-kembangkan sektor riil yang sebelumnya dalam ekonomi ribawi dibebani dengan beban bunga – menjadi tidak lagi terbebani beban bunga.

Sepertiga yang diinfaqkan bisa menumbuh-kembangkan social business sehingga simiskin-pun bisa memiliki akses modal yang murah dan mudah, mereka tidak lagi dicekik oleh rentenir dan sejenisnya.

Apakah penerapan prinsip 1/3 ini sulit ? insyaAllah tidak, karena selama ini para pegawai-pun kurang lebih sudah menerapkannya – hanya penerapannya yang barangkali belum pas !

Rata-rata pegawai hanya mengkonsumsi 1/3 dari penghasilannya – jadi mereka sudah terbiasa, tinggal memperbaiki alokasi yang 2/3-nya.

Selama ini yang 1/3 lagi dipakai untuk membayar hutang jangka panjang – yaitu kredit rumah. Seolah dunia perbankan ribawi juga tahu prinsip 1/3 ini sehingga ketika mereka akan memberikan kredit ke nasabahnya, mereka batasi kredit tersebut sehingga si peminjam ini nantinya mampu membayar cicilan tidak lebih dari 1/3 dari penghasilannya.

Sepertiganya lagi macam-macam penggunaannya. Yang boros menggunakan 1/3-nya untuk mencicil hutang jangka pendek seperti kredit mobil, membayar credit card dan barang-barang konsumtif lainnya. Yang hemat menginvestasikannya di asuransi, bursa saham, reksadana dan sejenisnya.

Intinya tidak sulit, hanya perlu menata kembali apa yang kita lakukan sehari-hari. Yang 1/3 untuk konsumsi ini memang harus, jadi biarkan demikian. Yang 1/3 untuk membayar hutang jangka panjang dan umumnya rumah, ini juga insyaAllah masih aman – hanya semaksimal mungkin tinggalkan riba agar keberkahan mendatangi  Anda – dan ini menjadi peluang bagi teman-teman di bank syariah mestinya.

Nah mulai dari yang 1/3 yang terakhir yang dibenahi total. Yang biasanya habis untuk membayar hutang jangka pendek, credit card dan yang sejenisnya – bisa mulai diubah arahnya menjadi investasi sektor riil. Dari sinilah ekonomi sektor riil akan mendapatkan sumber bahan bakar pertumbuhannya dan dari sini pulalah peluang Anda untuk beramal secara nyata terbuka.

Sambil melakukan perubahan ini, niatkan pula untuk menginfaqkan 1/3 dari hasil investasi Anda di sektor riil ini. InsyaAllah setelah investasi Anda di sektor riil berhasil, Anda bisa pindah kwadran dari employee ke self-employed, business owner atau bahkan investor – dan saat itu Anda sudah terbiasa mengelola harta Anda dengan prinsip 1/3 yang sesungguhnya.

Sepertiga untuk dikonsumsi, 1/3 untuk investasi dan 1/3 untuk sedeqah – insyaAllah Allah akan menurunkan ‘hujan’ khusus untuk Anda. Amin.

Sumber : 

http://geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/81-gd-articles/entrepreneurship/1297-prinsip-1-3-revisited