Selasa, 17 Desember 2013

Dinar dan Dirham Kesultanan Ternate II



 Bagian dari Universalisasi dan Globalisasi Mata Uang Dunia
Ternate

 

Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan paling berpengaruh di Indonesia Timur. Pada masa kejayaannya di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militer, wilayahnya membentang luas meliputi Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina, bahkan mencapai Kepulauan Marshall di Pasifik. Pengaruhnya pun meresap hingga berbagai bidang kehidupan seperti dalam sistem pemerintahan, perdagangan, militer, transportasi laut, hingga ragam jenis kuliner.
  v:shapes="_x0000_i1028">

Khusus dalam sistem perdagangan, sebagai sebuah kerajaan bercorak Islam, Kesultanan Ternate dahulu menggunakan sistem nilai tukar dirham dan dinar. Koin emas dan perak waktu itu menjadi mata uang yang digunakan rakyat Ternate. Sejarah pun mencatat bagaimana rakyat Ternate menolak menggunakan uang kertas yang dipaksakan VOC dan Hindia Belanda. Kini di bawah kepemimpinan Sultan Mudafar Syah II, Kesultanan Ternate berhasrat kembali menggunakan emas dan perak sebagai nilai tukar ekonomi di wilayah kesultanannya.
  v:shapes="_x0000_i1029">

Ditemui Indonesia.travel di Kedaton Ternate, Sultan Mudafar Syah II mengutarakan jaminan bahwa masyarakat yang membeli dirham dan dinar tidak akan merugi. Itu karena nilai tukarnya stabil, berbeda dengan Dolar Amerika yang fluktuatif. Selain itu, nilai tukar emas dan perak tidak pernah terimbas inflasi. Sementara itu, Ratu Nita Budhi Susanti menambahkan bahwa penerapan sistem ini dianggap mampu memperbaiki sistem moneter Indonesia. Kesultanan Ternate pernah pula diundang Organisasi Islam Dunia untuk membahas universalisasi dan globalisasi penerapan nilai tukar dirham dan dinar dengan slogan “Satu umat, satu mata uang”.

Penggunaan uang dinar dan dirham tidak mengandung riba yang dilarang Islam. Hal itu karena penggunaan emas dan perak sebagai alat tukar tidak ada sistem bagi hasil maupun pungutan dari nasabah. Nasbah cukup membeli emas untuk disimpan dan bila dijual kembali, kapanpun, maka nilai emas dan perak tetap tersesuaikan (bertambah) misalnya setahun, enam bulan, tiga bulan atau 10 tahun. Harapannya dengan nilai tukar ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ternate dan kabupaten/kota lain di Maluku Utara (Malut).

Ketika Festival Legu Gam digelar pada April 2013 untuk memeriahkan ulang tahun Sultan Mudafar Syah II ke-78, secara resmi dinar dan dirham Ternate diedarkan kepada masyarakat luas beriringan dengan peluncuran tabungan jenis dinar dan dirham. Kepemilikan terhadap 1 dinar (emas) senilai Rp2.500.000,- dan 1 dirham (perak) seharga Rp70.000,-. Masyarakaat dapat membeli atau menjualnya kembali kepada Kesultanan Ternate dengan nilai tukar yang berlaku saat itu.

Sebelumnya, sejak 2012, Kesultanan Ternate sudah menerapkan penarikan zakat menggunakan dinar dan dirham. Kesultanan tidak memanfaatkan dana masyarakat dari pembelian dirham dan dinar itu untuk kepentingan kesultanan tetapi dikembalikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kesultanan Ternate.

Dirham dan dinar yang diedarkan Kesultanan Ternate mengikuti standar dan berada di bawah payung World Islamic Mint (WIM). WIM adalah badan otonom yang peran dan tugasnya menetapkan standar, nilai tukar, mengatur pencetakan, serta menjamin mutu takaran dan timbangan dirham dan dinar yang beredar di masyarakat. Pecahan dinar dan dirham WIN, yaitu untuk dinar berupa koin emas seberat 4,25 gram 22 karat (91,70%) tersedia dalam pecahan ½, 1 dan 2 dinar. Untuk dirham atau perak murni seberat 2,975 gram tersedia pecahan ½, 1, 2, dan 5 dirham.

Kesultanan Ternate sebenarnya bukan satu-satunya kesultanan yang menerapkan nilai tukar ini, melainkan juga di beberapa kesultanan di Nusantara dan di negara lain sudah menjalankannya. Jadi, penerapannya bersamaan dengan yang dilakukan beberapa kesultanan lain di Nusantara, yaitu: Kesultanan Kelantan (Malaysia), Kesultanan Kasepuhan (Cirebon), Kesultanan Bintan Darul Masyhur (Kepulauan Riau), dan Kesultanan Sulu (Filipina).

Masing-masing kesultanan mencetak koin-koin yang diotorisasi World Islamic Mint (WIM) dengan seragam, yaitu pada satu sisi identitas World Islamic Mint (WIM) dan sisi lainnya menurut versi kesultanan masing-masing. Model tersebut digunakan juga di berbagai belahan dunia lain termasuk di Uni Eropa dengan bank sentral nasional yang menerbitkannya. Semua koin dirham dan dinar tersebut memiliki nilai tukar yang sama dan ditetapkan WIM Asia yang berpusat di Kuala Lumpur.
 

Demi mendukung universalisasi dan globalisasi, telah dibentuk konsolidasi jaringan pengguna dinar-dirham secara global dalam wadah JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara). JAWARA telah ada di beberapa negara seperti di Indonesia, Tumasik Trade Network (TTN) di Singapura, dan Muamalah Madinah (Koperasi) di Malaysia. Berikutnya  negara-negara lain mengikuti langkah ini di Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan beberapa negara lainnya.

Untuk pembelian mata uang dinar dan dirham di berbagai negera yang masih belum terkordinir kini mulai dikonsolidasi dalam suatu jaringan global bernama Dinarshop. Peminatnya dapat mengetahui dan bertransaksi melalui website www.dinarshops.com dimana pengguna dirham dan dinar di Asia Tenggara dapat berhubungan dengan yang ada di Amerika, Eropa, dan Jepang, serta Afrika. Jaringan Dinarshops juga akan disertai fasilitas penyimpanan dan sistem pembayaran melalui Wadiah Nusantara.
 

Meski jaringan dinar dan dirham masih baru, terus tumbuh, dan relatif belum massif tetapi penerapannya di beberapa kesultanan di Nusantara termasuk di Kesultanan Ternate menjadi cikal bakal jaringan global dinar dan dirham dunia. Di Indonesia sendiri wakala (pusat distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam) ada di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Depok, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Solo, Makssar, Medan, Batam, Bintan, hingga Soroako. Peminatnya mulai dari masyarakat umum, organisasi massa Islam, bahkan juga dari kalangan non Muslim.

Penggunaan dinar dan dirham sendiri dijamin konstutusi Republik Indonesia untuk digunakan dalam jaringan pedagang, penyelenggaraan pasar-pasar terbuka, lembaga pengumpul infak dan sedekah, serta para amil dan penarik zakat mal. Untuk memperoleh dinar dan dirham dapat mengunjungi wakala-wakala (pusat distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam) terdekat yang terdaftar di www.wakalanusantara.com. Lembaga tersebut melayani transaksi sehari-hari melalui penukaran dengan uang kertas sebagai hasil jual-beli atau upah atas hasil kerja dan jasa di masyarakat sendiri. Koin berstandar WIM hanya diedarkan oleh jaringan wakala di bawah koordinasi Wakala Induk Nusantara (WIN).




Dari Seminar Kembalinya Dinar dan Dirham Kesultanan Ternate (1 – 10 tulisan)

Posted on by yankoer
Seminar Dinar-Dirham
Seminar Dinar-Dirham di Kampus Unkhair, Ternate
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Kesultanan Ternate bersama Universitas Khairun menggelar seminar Muamalah Sultaniah terkait pemberlakuan dinar dan dirham di lingkungan Kesultanan Ternate. Seminar internasional sehari yang bertajuk “Kembalinya Dinar dan Dirham Kesultanan Ternate” (Ino fo pake Kolano Ternate na Dinar se Dirham) ini digelar di Aula Unkhair Kampus Gambesi, Ternate, Kamis (12/9).
Rektor Unkhair Dr. Husen Alting, SH, MH mengatakan bahwa seminar ini merupakan inisiatif dari pihak Kesultanan dalam rangka memberlakukan mata uang dinar dan dirham. “Unkhair sendiri masih akan melakukan diskusi dan penelitian lebih jauh tentang kelemahan dan kelebihan serta dampak ketika mata uang ini diberlakukan,” kata Husen Alting.
Dalam sambutannya sebagai Rektor, Husen Alting mengatakan bahwa seminar ini tetaplah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara itu, dalam sambutannya sekaligus materi pertama seminar ini, Sultan Ternate Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si, menyatakan bahwa saat ini terjadi kebangkitan dinar dan dirham secara global. “Para pengusaha Barat saat ini banyak yang telah menggunanakan dinar dan dirham,” kata Sultan.
Saat ini, kata Sultan lagi, yang harus dihapuskan adalah kemiskinan, bukan penjajahan. Solusi untuk memutus mata rantai kemiskinan itu adalah dengan memberlakukan dinar dan dirham di tengah-tengah masyarakat.
Selain Sultan Ternate, pada sesi pertama yang dipandu Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum (Wakil Rektor I Unkhair), ada empat pembicara yang turut menyajikan materinya yaitu Ustad Muhd Noor bin Deros (Anggota Majlis Fatwa Singapura), Ir. H. Zaim Saidi, MPA (Wakala Induk Nusantara, Indonesia), Iqbal M. Aris Ali (Dosen Akuntansi FE Unkhair), dan Ahmad Buchori (Bank Indonesia). Sedangkan pada sesi kedua yang dipandu Yanuardi Syukur, M.Si (Sekretaris Rektor Unkhair), ada tiga pembicara yang hadir, yaitu H. Zahimi bin Chik (Ketua Jawara Malaysia), H. Umar Azmon Amir Hassan (Pengerusi/Pimpinan Koperasi Amal Madinah, Malaysia), dan Mr. Abdullah Seymore (Wadiah International, United Kingdom).
Di tengah-tengah acara juga diresmikan sebuah klub bernama “Klub Aktivis Dinar Dirham” Unkhair. Peresmian klub ini ditandai dengan pemasangan jaket klub kepada dua peserta seminar.
Seminar ini termasuk seminar yang tidak biasa, bahkan baru. “Untuk dunia akademik terkhusus di Unkhair, seminar ini termasuk sesuatu yang baru,” kata Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Materi pertama dibawakan oleh Sultan Ternate Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si dengan judul “Menuju Masyarakat Berbasis Pengetahuan: Visi Inovasi Teknologi”.
Dalam makalahnya, Sultan memulai dengan fakta saat dunia memasuki milenium ketiga ini, semua bangsa maju sepakat menyatakan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyara untuk meraih kemakmuran (prosperity) dalam kancah pergaulan internasional.
“Oleh karena itu, dapat dimengerti jika para ilmuwan sejagad sekarang tengah berlomba-lomba melakukan kegiatan penelitian, pengembangan (litbang) dan rekayasa untuk meningkatkan korpus pengetahuan,” kata Sultan Mudaffar.
Ada enam teknologi baru yang berinteraksi secara sinergis untuk pembentukan masayrakat dengan sistem ekonomi baru, yaitu: mikro elektronik, komputer, telekomunikasi, materi buatan, robotik dan bioteknologi.
“Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dasar yang menjadi landasan bagi enam bidang tersebut telah menciptakan berbagai terobosan teknologi di bidang komputer, informasi, smei konduktor dan bioteknologi,” katanya lagi. Lebih lanjut, kata beliau lagi, teknologi internet misalnya, saat ini menjadi pendukung industri jasa dan perdagangan retail, telepon selular dan sektor lainnya.
Saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi informasi, fondasi lama pun telah punah. Fondasi lama yang dimaksud adalah sumber daya alam (SDA) seperti tanah, mineral, minyak bumi dan hutan yang merupakan modal kesuksesan suatu bangsa. “Tiba-tiba, SDA bukan lagi faktor utama, tetapi berubah menjadi knowledge.”
Bill Gates misalnya, kutip Sultan Ternate, pada dasarnya bukanlah tuan tanah, bukan pemilik tambang minyak, bukan pemiliki tambang emas, bukan industrialis maupun diktator yang memiliki tentara yang sangat kuat.
“Untuk pertama kali,” tulis Sultan dalam makalahnya, “manusia terkaya di dunia hanya bermodal knowledge.”
Contoh lebih ekstrim lagi, katanya, nilai seluruh logam mulia emas yang pernah ditambang dalam sejarah umat manusia (dari jaman Mesir Kuno sampai penambangan modern seperti di Freeport, termasuk berbagai cadangan minyak AS di Fort Knox), semuanya ini ternyata nilainya kurang dari 6 perusahaan berbasis high tech, seperti Microsoft, Intel, IBM, Cisco, Lucent, dan Dell.
“Dari kenyataan tersebut, jelas iptek dan keahlian akan menjadi salah satu sumber competitive advantage yang sangat penting bagi suatu bangsa di masa mendatang.”
Bangsa kita, kata Sultan Mudaffar lagi, tidak boleh ternina bobo dengan slogan bahwa negara kita kaya raya dengan sumber daya alam yang dapat mencukupi segala kebutuhan bangsa dalam mencapai masyarakat adil dan makmur.
Knowledge akan merupakan basis baru bagi kesejahteraan suatu bangsa, yang akan ditentukan oleh cara bagaimana suatu masyarakat dan bangsa mampu mewujudkannya sebagai landasan sistem perekonomian dan perindustriannya,” ujar Sultan Mudaffar Sjah lagi. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Bagaimana mencipta masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge)? Menurut Sultan Mudaffar Sjah, mengutip dari Lester C. Thurow (1999), paling sedikit ada lima elemen dasar yang perlu ada dalam menciptakannya, yaitu: (1) penataan masyarakat, (2) kewiraswastaan, (3) pembentukan knowledge, (4) keterampilan (skill), dan (5) pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
Pada elemen pertama, penataan masyarakat, Sultan menulis bahwa kesejahteraan suatu bangsa merupakan proses pembangunan piramid, maka penataan masyarakat merupakan landasan bagi piramid tersebut.
“Penataan masyarakat merupakan titik awal bagi pembangunan piramid kesejahteraan,” katanya lagi.
Problem penataan masyarakat ini bukan hanya masalah bagi negara terbelakang, akan tetapi juga masalah bagi negara maju. “Semua negara yang berhasil meningkatkan kesejahteraan bangsanya secara periodik mampu menghadapi problema baru yang mungkin disebabkan organisasi kemasyarakatan yang lama tidak mampu mengantisipasi,” kata Mudaffar.
Jika bangsa tersebut ingin sukses, mereka harus mereformasi diri mereka. Pada tahap pertama ini mobilisasi sumber daya manusia haruslah diorganisir dengan baik.
Setelah masyarakat tertata, maka langkah selanjutnya pada pengembangan sektor ekonomi. Amerika Serikat misalnya, di abad ke-19 melakukan copying to catch up (menyalin/meniru untuk mengejar ketertinggalan) dan memperbaiki sistemnya terkait dengan barang-barang Inggris yang masuk, seperti tekstil, baja, dan penambangan batu bara. Akhirnya, Amerika melampaui Inggris dalam bidang teknologi karena Amerika memiliki sistem pendidikan yang lebih baik. Pun demikian dengan Jepang mengkopi industri AS dan memperbaiki sistem mereka, dan pada akhirnya di tahun 1980-an Jepang lebih unggul dari Amerika dalam bidang industri.
Di elemen kedua kewiraswastaan, Sultan menulis bahwa setelah masyarakat berhasil ditata kembali, yang dikembangkan adalah sektor kewiraswastaan. “Perubahan memerlukan individu-individu yang menghargai hal-hal yang baru,” kata Sultan. Individu-individu tersebut adalah mereka yang berani mengambil inisiatif untuk merealisasikannya.
Wiraswasta diperlukan untuk melihat berbagai kemungkinan bisnis dari teknologi baru, seperti e-commerce dan siap memecahkan segala rintangan yang menghalangi terciptanya tatanan baru. “Para birokrat di sektor swasta maupun di sektor negara umumnya akan cenderung menolak perubahan-perubahan tersebut,” tulisnya.
Faktor masyarakat menjadi penentu bagi tumbuhnya jiwa-jiwa wiraswasta. Masyarakat yang sukses, kata Sultan, akan berani mengambil risiko dengan mengubah segala sesuatu yang telah mereka buat sendiri dengan sesuatu yang berbeda, yang lebih besar dan lebih kuat untuk masa depan. Terciptanya masyarakat dengan kewiraswastaan yang baik sangat ditentukan oleh tatanan masyarakat yang baik pula.
Elemen ketiga, pembentukan knowledge (pengetahuan). Setelah masyarakat tertata dan mulai munculnya para wiraswasta, selanjutnya elemen yang perlu diisi adalah pembentukan knowledge. “Di millenium III ini, knowledge merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang perlu dimiliki suatu bangsa untuk bersaing secara global.”
Dengan knowledge kita akan mampu menciptakan berbagai terobosan mendasar di bidang teknologi. Umat manusia juga saat ini terus berkeinginan untuk memacu knowledge-nya. Keinginan ini tidak pernah padam di seluruh dunia. Ketika Eropa mengalami kegelapan, bangsa Cina dan Arab tampil gemilang. Selanjutnya, ketika pengembangan knowledge di Cina dan Arab mengalamai retrogression (kemunduran) dan berhenti, maka di Eropa pun timbul renaissance (abad pencerahan).
Untuk menciptakan berbagai knowledge, diperlukan berbagai kreativitas. Bila tidak ada keteraturan sama sekali, tidak mungkin akan tercipta kreativitas, bahkan kreativitas akan mati. Ruang gerak yang terlalu leluasa juga akan menciptakan chaos (kekacauan). Maka, menurut Sultan, untuk meningkatkan knowledge suatu bangsa maka diperlukan kombinasi yang tepat antara chaos dan keteraturan.
Elemen keempat, keterampilan. Orang yang terampil diperlukan untuk menemukan knowledge baru, menemukan produk dan proses baru, menangani proses produksi yang penting, menjamin terlaksananya pemeliharaan yang memadai bagi peralatan yang rumit, dan bahkan untuk menggunakan produk atau proses yang sangat mutakhir.
Berdasarkan perkiraan Bank Dunia mengenai potensi kekayaan suatu bangsa, diperoleh fakta bahwa modal produktif per kapita tertinggi ditemukan di negara-negara yang besar dengan penduduk sedikit tapi terdidik dengan baik, seperti Australia (USD 835.000) dan Kanada (USD 704.000). Di kedua negara tersebut, SDA dan luas tanah menyumbang sekitar 80% dari kekayaan produktif dan sekitar 30% dari SDM yang memadai. Sebagai perbandingan dengan kedua negara tersebut, Jepang (USD 565.000) mengandalkan 80% dari SDM terampil dan 20% dari SDA dan tanah. Sedangkan AS (USD 420.000) berada pada posisi tengah dengan komposisi SDM 60% dan SDA 40%.
Masyarakat yang lebih siap berubah dan punya dorongan mental wiraswasta yang tinggi akan memanfaatkan selektif SDA dan SDM-nya.
Elemen kelima, sumber daya alam dan lingkungan hidup. Keduanya punya hubungan yang erat. SDA adalah segala sesuatu yang bersifat alamiah yang dapat berguna bagi kehidupan kita. Kegunaan ini dapat bersifat potensial atau faktual. Sedangkan lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan tidak hidup serta kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati.
“Faktor lingkungan hidup perlu diperhitungkan dalam mengelola SDA,” tulis Sultan. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Setelah menjelaskan tentang penciptaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge), Sultan Mudaffar Sjah menukik materinya lebih jauh pada masalah kebangkitan dinar dan dirham.
“Dinar dan dirham merupakan merupakan suatu fenomena global dan mulai mendapat perhatian dunia. Ekonomi global sekarang dalam proses mengintegrasikan sistemnya dengan Dinar-Dirham. Ini merupakan suatu dinamika yang mempercepat pengenalan produk dan inovasi,” tulis Sultan.
Para pengusaha bank di dunia barat saat ini banyak yang telah mengelola dinar dan dirham, seperti HSBC Amanah, Sarasin Bank, Deutschs Bank, dan Commertz Bank. Di Amerika Serikat bahwa ada sebuah usaha swasta bernama “Guidance Finance Group Ltd” yang menanam 2.3 miliar USD untuk membantu pensiunan mengatur keuangannya. Di Inggris juga ada Bank Gatehouse dan Bank of London & Middle East Bank yang mengelola dinar dan dirham.
“Bank of London bahkan telah mempersiapkan diri sebagai pusat dinar dirham untuk menyaingi New York, dan Luxembourg juga mempersiapkan diri sebagai pengelola dinar dirham untuk menyaingi Dublin, Irlandia Utara,” jelas Sultan. Ia juga menambahkan bahwa Dubai juga menggunakan dinar dirham untuk menyaingi Bahrain sebagai pusat wilayah dinar dirham. Singapura juga menggunakan dinar dirham untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya untuk menyaingi Hong Kong.
Sejak 2008, kata Sultan Mudaffar, beberapa pengelola keuangan yang terkenal juga mulai membuka cabang-cabangnya di seluruh dunia.
Di tahun 2011 misalnya, telah berdiri Islamic Finance Country Index (IFCI) yang melibatkan 42 negara-negara Islam. Tugas badan ini adalah memonitor perkembangan dinar dan dirham dalam sistem keuangan.
Mulai bangkitnya penggunaan dinar dan dirham dalam konteks global tidak bisa dipisahkan dari krisis finansial pada 2008-2009. Para investor mulai timbul kesadaran bahwa kemiskinan harus dihapuskan dari muka bumi. Joseph Stiglitz dalam bukunya “Price of Inequality” juga menjelaskan tentang pembagian kesejahteraan yang tidak seimbang di Amerika Serikat. Ketidakseimbangan ini terjadi karena orang kaya (pemodal) selalu mendapatkan tempat terbaik dalam segala bidang.
“Dengan dinar dan dirham kita telah mampu menyusun suatu agenda ekonomi yang dinamis dengan pembagian kesejahteraan yang adil sebagai persiapan membentuk generasi masa depan yang lebih bermartabat,” tukas Sultan Mudaffar Sjah. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Ustad Muhd Nur bin Deros dari Majelis Fatwa Singapura menjadi pembicara pertama dalam sesi diskusi setelah sambutan dan materi Sultan Ternate. Dalam materinya yang berjudul “Fatwa Mata Uang Kertas”, Muhd Nur menyampaikan betapa ia berbesar hati bisa hadir di seminar ini.
Ustad lulusan Fakultas Akidah dan Filsafat Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir ini, menjelaskan bahwa Allah dan Rasul-Nya mengumumkan perang terhadap riba. Di dalam al-Qur’an, paparnya, ada dua dosa yang diperangi, yaitu: (1) dosa menghina Nabi, dan (2) dosa karena riba.
Di tahun 1898 di Mesir ditemukan jasad Fir’aun. “Ditemukannya jasad Fir’aun ini menandai dengan kembalinya sistem Fir’aun,” kata Deros. Sistem Fir’aun yang ia maksudkan adalah sistem sihir, ilusi, yang termasuk di dalamnya adalah uang-uang kertas yang ada di dompet-dompet kita.
“Uang kertas adalah sihir terbesar abad ini,” kata Deros yang juga pemilik Syarikat Syajarah 14:24 di Singapura yang memperjuangkan dinar dan dirham dan juga pendidikan Islam. Menurutnya, sihir itu tidak butuh mantra-mantra dan jampi-jampi. Akan tetapi sihirnya uang kertas ada pada mata, pada persepsi. Para tukang sihir, kata dia lagi, telah mengubah mata-mata manusia.
Saat ini, menurut penulis tetap di Majalah berbahasa Inggris Vizier yang terbit di Singapura itu, umat Islam tidak ada jalan keluar kecuali memberlakukan dinar dan dirham. Di Malaysia, bahkan telah ada 90 toko yang menerima dinar dan dirham. Ia berharap agar dengan adanya dinar dan dirham di Kesultanan Ternate dapat menghilangkan kita dari sihir-sihir dan ilusi uang kertas.
Menurut sebuah buku berbahasa Melayu “Fatwa Mengenai Wang Kertas”, mata uang kertas bukan saja menjadi alat perbankan dan keuangan antarbangsa untuk memperhamba penduduk dunia, tapi juga menjadi alat bagi Amerika Serikat untuk meneruskan penguasaan politik dan militernya atas negara-negara lain.
Masih dalam buku itu juga dijelaskan beberapa sifat dari uang kertas, yaitu: (1) uang kertas diciptakan untuk mengganti emas dan perak, (2) masyarakat umum menganggap bahwa uang kertas tidak bernilai, (3) uang kertas laku sebagai mata uang atas perintah undang-undang (legal tender act), (4) masyarakat menggunakannya atas perintah undang-undang negara, (5) jika seseorang enggan menggunakan uang kertas, maka ia dihukum oleh negara, (6) uang kertas bukan uang sebenarnya, akan tetapi nota jaminan kerajaan, (7) harga yang diberikan kepada uang kertas melebihi daripada zatnya sebagai kertas, dan ini suatu ketidakadilan, (8) harga yang tertera di atas mata uang kertas disalahartikan sebagai nilainya, (9) harganya senantiasa menyusut, dan (10) jika uang kertas nilainya turun, maka masyarakat teraniaya karena terpaksa menggunakan lebih banyak uang kertas untuk memberi barang yang sama. [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Setelah paparan Ustad Muhd Nur bin Deros, materi dilanjutkan oleh Ir. H. Zaim Saidi, MPA, Direktur Wakala Induk Nusantara, Indonesia. Zaim membawakan materi berjudul “Perkembangan Global Mata Uang Dinar Dirham: Menuju Mata Uang Tunggal Islam”.
Dalam materinya, senada dengan pembicara sebelumnya, Zaim Saidi menjelaskan secara detail tentang pentingnya dinar dan dirham serta bukti bahwa “uang kertas adalah sihir.”
Zaim memulai penjelasannya dengan sebuah pertanyaan: Mengapa dinar dan dirham?
“Allah swt menciptakan emas dan perak sebagai harta, dengan nilai besar dan kecil. Dalam al-Qur’an sekurangnya  ada 12 ayat yang menyebutkan “emas”: dhahab, zukhruf, qintar, dan dinar. Dalam al-Qur’an sekurangnya ada 10 ayat yang menyebutkan “perak”: fiddhah, wariq, qintar, dan dirham,” kata Zaim.
Emas dan perak, kata Zaim yang juga penulis buku itu, tidak boleh ditimbun-timbun, harus beredar sebagai mata uang. “Haram menggunakan emas dan perak selain sebagai alat tukar, perkecualian sebagai perhiasan untuk kaum perempuan,” katanya lagi.
Dalam sejarah Islam, kata Zaim, Khalifah Abdul Malik di tahun 74 H pernah mencetak Dinar.  Ia mengeluarkan sebuah maklumat yang melarang penggunaan koin emas  dan perak selain dinar dan dirham di seluruh wilayah Islam. “Dinar dan dirham adalah wujud dari daulah Islam,” katanya.
Dalam sejarah Islam, kata Zaim, Khalifah Abdul Malik di tahun 74 H pernah mencetak Dinar.  Ia mengeluarkan sebuah maklumat yang melarang penggunaan koin emas  dan perak selain dinar dan dirham di seluruh wilayah Islam. “Dinar dan dirham adalah wujud dari daulah Islam,” katanya.
Dalam materinya, Zaim juga mengkritik perbankan. “Misi pokok bank adalah membuat masyarakat jadi miskin agar bisa berhutang di bank. Bank adalah arisan berantai,” kata dia. Dalam bahasa yang lebih keras, Zaim Saidi mengatakan, “Banking is crime, and banker is criminal.”
Materi Zaim Saidi termasuk “keras” dalam mengkritik uang keras, bahkan sistem perbankan saat ini.  “Inilah nihilisme dari World State (negara bangsa). Negara bangsa diciptakan oleh para bankir. Kemerdekaan juga didesain. Dengan uang kertas, mereka tetap bisa mengambil cengkeh dan pala di Maluku tanpa mendatangkan serdadu.”
Lantas, tugas pemerintah apa? Kata Zaim lagi, “Tugas pemerintah adalah menghabiskan utang lewat APBN dan memajaki rakyat.” Ini adalah sistem Fir’aun, kata dia lagi. Saat ini, 2013, utang Indonesia sebanyak Rp 2.100 triliun. Utang tersebut kata Zaim, tidak untuk dilunaskan, akan tetapi dicicil.
Saat ini pemiskinan dibuat secara sistemik. Kehancuran riba dengan hancurnya mata uang kertas telah di depan mata sambil mengutip sebuah hadis Imam Ahmad dalam Musnad-nya, ”Akan datang masa ketika tidak ada yang dapat dibelanjakan (karena tak bernilai) kecuali dinar dan dirham.”
Kata Zaim lagi, berdasarkan perhitungannya yang dipaparkan dalam bentuk grafik, kurs dinar dalam dollar pada periode 2004-2012, dinar mengalami peningkatan yang berarti dari 54 hingga 254.
Kesimpulan yang dapat diambil dari mateirnya, kata Zaim Saidi adalah: (1) penerapan dinar dan dirham bukan urusan ekonomi, melainkan urusan politik, (2) penerapan dinar dan dirham bertujuan untuk merestorasi syariat Islam, (3) penerapan dinar dan dirham adalah untuk menegakkan yang haq (daulah Islam), hingga yang batil (Kapitalisme/Sistem Riba) musnah, dan (4) penerapan dinar dan dirham untuk mempersatukan umat Islam, di bawah perlindungan dan kepemimpinan para Sultan, dengan landasan syariat Islam.
Materi Zaim Saidi menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang beragam dari kalangan peserta.
Menanggapi pertanyaan tentang dinar dan dirham, Zaim menjelaskan bahwa UU Mata Uang di Indonesia baru ada pada 2010. UU ini kata dia melindungi dollar yang dapat dilihat pada klausul “kecuali disepakati bersama”. Artinya, kalau disepakati dollar dipakai, maka itu tidak mengapa. Pada UUD 1945, dinar dan dirham juga sebenarnya dilindungi.
Saat ini, kata Zaim, di Indonesia ada sekitar 200 orang yang mengklaim diri sebagai sultan. Namun yang mencetak dinar dan dirham baru 2 sultan saja, yaitu Sultan Cirebon dan Sultan Ternate. Di luar negeri, Sultan Sulu juga sudah mencetak dinar dan dirham.
Zaim Saidi menamatkan S1 di IPB dan S2 di Sydney University, Australia. Selain menjadi Direktur Wakala Induk Nusantara (WIN), ia juga menulis beberapa buku seperti: Tidak Syar’inya Bank Syariah, Euforia Emas, Kembali ke Dinar; Tinggalkan Riba, Tegakkan Muamalah, dan Stop Wakaf dengan Cara Kapitalis. Ia juga pendiri dan pembina “Jawara” (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar-Dirham Nusantara). Ia aktif sebagai pembicara seminar di dalam dan luar negeri. [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – “Prinsip ekonomi syariah adalah keadilan dan kebajikan, dan itu tercermin dalam dinar dan dirham,” demikian kata Iqbal M. Aris Ali, dosen Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi Unkhair, sebagai pembicara setelah Zaim Saidi.
Kenapa dinar dan dirham adalah cerminan dari keadilan dan kebaikan? Kata Iqbal, karena nilai keduanya tetap konstan, tetap. Berbeda dengan uang kertas yang nilainya bisa naik dan bisa turun.
Dalam materinya, Iqbal Aris juga menjelaskan tentang makna uang. “Uang punya dua fungsi, yaitu sebagai alat tukar (medium of exchange) dan alat ukur (measurement of value),” kata dia.
Mengutip pakar ekonomi klasik asal Tunisia yang juga penulis kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun, Iqbal mengatakan bahwa Allah menciptakan emas dan perak sebagai nilai bagi semua harta.
Saat ini, jika dinar dan dirham hendak dijalankan di tengah-tengah masyarakat, maka ada beberapa tantangan yang akan dihadapi menurut Iqbal, yaitu: (1) internalisasi akhlak, (2) cadangan emas haruslah banyak, (3) kesadaran dan kepercayaan masyarakat haruslah ada untuk menggunakan dinar dan dirham, (4) political will dari pemerintah, (5) perlu perencanaan dan penelitian komprehensif, (6) berproses dan relatif lama, seperti pemberlakuan mata uang EURO yang memakan waktu 20 tahun.
“Waktu yang lama itu pada pembuatan regulasinya,” tandas Iqbal lagi.
Berdasarkan beberapa tantangan di atas itu, ada beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) perlu kerjasama dengan negara yang punya kandungan emas, (2) kerjasama antarkesultanan di luar negeri, negara OKI, dan ASEAN, (3) perlu kajian untuk mengurangi ketergantungan terhadap Anchor Money (uang jangkar, sebutan bagi mata uang yang menjadi pilihan negara pemakai sistem dewan kurs atau mata uang kuat dunia yang diterima secara luas) seperti US Dollar, dan mempertimbangkan sistem pembayaran berbasis emas (Gold Based Trade Payment) yang ditawarkan Malaysia.  [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Ahmad Buchori, perwakilan dari Bank Indonesia, menjadi pembicara terakhir pada sesi pertama. Dalam materinya, Buchori menjelaskan tentang dinar dan dirham serta posisi mata uang di era modern.
“Bank Indonesia bertugas dengan koridor Undang-Undang, dan mata uang kita rupiah,” kata Buchori sembari menambahkan bahwa otoritas BI adalah di bidang moneter.
Terkait dengan dinar dan dirham, BI juga pernah mendiskusikannya dengan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dari pendapat DSN, ada dua pendapat tentang penggunaan dinar dan dirham, yaitu: (1) kelompok yang meyakini bahwa dinar dan dirham itu hanya cocok di Arab saja, dan (2) kelompok yang meyakini bahwa penggunaan dinar dan dirham akan terhindar dari inflasi.
Sejak lama dinar dan dirham sudah digunakan di Arab. Bahkan sejak jaman jahiliyah. Di masa Nabi Muhammad, dinar dan dirham tetap dipergunakan. Di masa khalifah Umar bin Khattab, kata Buchori, ia pernah berminat membuat dinar dari kulit unta, dan di jaman Usman bin Affan ia menambahkan kata “Allahu Akbar” dalam dinar dan dirham.
Di antara para ulama fikih, kata Buchori, mengutip dari DSN, ada dua pendapat tentang dinar dan dirham, (1) ada yang menolak penggunaan mata uang selain emas dan perak, dan (2) ada yang membolehkan selain emas dan perak.
Pada dasarnya, kata Buchori, ia sepakat dan mendukung perbaikan ekonomi. Namun perlu dilihat lagi bagaimana langkah-langkahnya, kita perlu mencari dimana akar masalahnya—apakah pada supply atau demand, dan lain sebagainya.
Untuk itu, terkait dengan ide rencana pemberlakuan dinar dan dirham, menurut Ahmad Buchori lagi, harus ada diskusi yang lebih lanjut. Dan diskusi ini juga tidak bisa sendirian, akan tetapi mengajak berbagai sumber untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Hadir dalam seminar ini juga, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Ternate Budiyono. Menurut Budiyono, sebagai kajian, ide ini perlu diperluas dan mengajak berbagai stakeholder pada diskusi-diskusi selanjutnya. Budiyono sendiri saat ini menyimpan dinar dan dirham, dan ketika Kesultanan Ternate memperkenalkan dinar dan dirham, ia juga harus dalam kegiatan tersebut. [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Sesi kedua dimulai pukul 14.30. Materi pertama dibawakan oleh H. Zahimi Chik, Ketua Jawara Malaysia, berjudul “Mengenal Komponen dalam Daulah Islamiah”.
Zahimi memulai dengan 3 pertanyaan tentang merdeka, yaitu: Apa itu Kemerdekaan? Merdeka dari siapa? dan Apakah benar kita sudah merdeka?
 “Saat ini pemerintahan kita demokrasi. Sistem perdagangannya juga monopoli, riba, uang kertas, dan bunga. Dalam pendidikan juga lebih mengutamakan masalah dunia,” paparnya.
Dengan pola hidup ini, kata dia lagi, sesungguhnya kita belum merdeka.
Jalan keluarnya, kata Zahimi yang juga seorang optometris sejak 1986 itu, adalah dengan kembali ke daulah Islamiah dengan sistem kesultanan dimana sultan memiliki hak untuk membuat dinar dan dirham. Selain itu, juga dalam pendidikan ditekankan tauhid, dan ada pasar ummah di dalamnya yang saling ridha, tidak menindas satu sama lain.
Dalam sistem kesultanan, mengutip dari tafsir al-Qurthubi atas surat 4: 59, dijelaskan bahwa seorang sultan memiliki 7 tanggungjawab, yaitu: (1) membuat mata uang dinar dan dirham, (2) menentukan ukuran dan timbangan dalam pasar ummah, (3) menegakkan hukum syariah, (4) perihal ibadah haji, (5) perihal salat jum’at , (6) menetapkan tarikh Idul Fitri dan Idul Adha, dan (7) mengumumkan jihad.
Dalam konteks Ternate, langkah pertama telah dilakukan Sultan Ternate Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si dengan membuat dinar dan dirham. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan rakyat banyak menurut Zahimi adalah dengan menggunakan dinar dan dirham untuk mas kawin, hadiah, zakat, jual beli, tabungan, hudud, dan lainnya.
Dari berbagai masalah keumatan, menurut Zahimi solusinya setidaknya ada 3, yaitu: (1) tegakkan Amirul Mukminin/Khalifah/Kesultanan, (2) kembalikan mata uang syariah dinar dirham, dan (3) yakin sepenuhnya kepada rancangan Allah swt.
Ia juga berpesan agar umat Islam berpegang kuat kepada ayat Allah surat An-Nisa 4:59: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada “Ulil-Amri” (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya – jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan lebih elok pula kesudahannya.”
Sebagai optometris, Zahimi pernah berkhidmat selama 7 tahun di Hospital Besar Pulau Pinang. Ia juga punya usaha sendiri selama 10 tahun dan saat ini punya 3 toko optik. Dalam hal dinar dan dirham, Zahimi juga kerap menjadi pembicara dan pelatihan di Malaysia, Indonesia, Filipina, Brunei, dan Bangladesh. [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Ir. Umar Azmoon, Pengerusi (Ketua) Koperasi Amal Madinah Kuala Lumpur, Malaysia, membawakan materi setelah H. Zahimi Chik. Materi yang dibawakannya berjudul “Pasar Ummah: Asas Kesejahteraan Ummah”.
Untuk menciptakan Pasar Ummah, maka yang perlu ada adalah infrastruktur. Dalam sejarah Islam, kata Ir. Azmoon, setelah membangun masjid, Rasulullah segera membangun pasar.
Saat ini, Sultan Ternate telah menyediakan tempat untuk Pasar Ummah ini.
Ir. Azmoon selain berprofesi sebagai akuntan, ia juga yang memperkenalkan dinar dan dirham kepada PM Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada 1997. Di tahun 2001, ia memperkenalkan dinar dirham pada Sultan Ternate. Kegiatannya dalam dinar dirham sejak 1989.
Setelah materi Ir. Azmoon, dilanjutkan dengan materi terakhir oleh Mr. Abdullah Seymore dari Wadiah International, United Kingdom.
Dalam materinya, Seymore menjelaskan bahwa agama (din) kita adalah Islam, bukan perbankan. “Sebagai muslim, kita harus hidup memilih dinar dan dirham,” kata dia.
Selama 13 abad kaum muslim hidup tanpa perbankan, muamalah juga berjalan lancar. Waktu itu umat Islam menggunakan sistem wadiah, bukan bank. “Dan ini sunnah sifatnya,” kata Seymore lagi.
Dalam ekonomi syariah, wadiah dipahami sebagai titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Mengutip Wikipedia, wadiah terbagi dua, yaitu: (1) Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya, dan (2) Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.
Landasan syariah dari wadiah diambil dari al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat kepada ahlinya” (4: 58) dan “Dan hendaklah orang yang diberikan amanat itu menyampaikan amanatnya” (2: 283).
Seminar dengan tema yang jarang-jarang ini, bahkan baru pertama kali di Unkhair ini turut memperkaya wawasan sivitas akademika. Terkait dengan rencana penggunaan dinar dan dirham di Kesultanan Ternate, diharapkan agar ada kajian lanjutan dari berbagai aspek. [*/yanuardisyukur]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar