Ada sebuah nasihat yang sangat Indah kepada diri
saya sendiri yang juga insyaallah bermanfaat bagi pembaca. Nasihat ini saya
ambilkan dari kitab Riyadus –Shalihin yang ditulis oleh orang sholeh zaman
dahulu yang terkenal keikhlasannya. Saking ikhlasnya Imam Nawawi, konon kitab
asli dari Riyadus Shalihin tersebut tidak bisa dibakar oleh api.
Nasihat ini sendiri berasal dari hadits Rasulullah SAW yang panjang sebagai
berikut : Dari Abu Hurairah RA, dari nabi SAW, beliau bersabda, “ Pada
suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar
suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin
atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk
langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit
itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu
berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia
memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada
pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik
kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun
bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia
menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara
itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-. Apa yang engkau lakukan
terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kemu berkata demikian,
sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan
keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan
ke sini (sebagai modal penanamannya)”. (HR. Muslim).
Bayangkan, bila Allah mengirimkan awan khusus untuk menyirami kebun kita. Di
kala orang lain kekeringan, lahan kita tetap subur. Di kala usaha lain pada
bangkrut usaha kita tetap maju, dikala krisis moneter menghantam negeri ini –
kita tetap survive. Dan ketika usaha kita berjalan baik sementara
saudara-sauadara kita kesulitan. sepertiga hasil usaha kita untuk mereka –
alangkah indahnya sedeqah ini.
Bagaimana kita bisa memperoleh pertolongan Allah dengan awan khusus tersebut ?,
kuncinya ya yang di hadits itu : kita bersama keluarga kita hanya mengkonsumsi
sepertiga dari hasil kerja kita. Sepertiganya lagi kita investasikan kembali,
dan yang sepertiga kita sedeqahkan ke sekeliling kita yang membutuhkannya.
Karena janji Allah dan rasulNya pasti benar, maka kalau tiga hal tersebut kita
lakukan – Insyaallah pastilah awan khusus tersebut mendatangi kita. Namun
jangan dibayangkan bahwa awan khusus tersebut harus benar-benar berupa awan
yang mendatangi kita. Bisa saja awan khusus tersebut berupa teman –teman kita
yang jujur yang memudahkan kita dalam berusaha, atasan kita yang adil yang
memperjuangkan hak-hak kita, atau karyawan kita yang hati-hati yang menjaga
asset usaha kita, dan berbagai bentuk ‘awan khusus’ lainnya. Wallahu A’lam bis
showab.
Hampir lima tahun lalu tepatnya tanggal 22/11/2008
saya menulis “
Prinsip 1/3 Dalam Pengelolaan Harta”. Saya
kembali angkat tema ini karena adanya fenomena yang menarik tentang
proses kebangkitan ekonomi China, sampai-sampai gurunya investasi dunia
barat seperti Jim Rogers-pun memindahkan fokus investasinya dari Amerika
ke China. Ternyata negeri China bangkit ekonominya dalam 30 tahun
terakhir menggunakan prinsip yang mirip dengan prinsip 1/3 ini.
Tiga
puluh tahun lalu GDP per capita di China hanya sekitar US$ 400, kini di
kisaran US$ 5,400. Tidak terlalu tinggi memang, tetapi perlu diingat
bahwa ini untuk negeri dengan penduduk 1.4 milyar. Artinya ada
pergerakan peningkatan kemakmuran yang masif untuk begitu banyak orang
hanya dalam tiga dasawarsa.
Bagaimana
mereka melakukannya ? dari mana dana untuk membiayai pertumbuhannya ?
ternyata bukan dengan hutang sebagaimana banyak dilakukan oleh
negara-negara lain yang ingin membangun kekuatan ekonominya.
Sekitar
30 tahun lalu ada perubahan sikap besar-besaran di China dari rakyat
yang penghasilan rata-ratanya masih US$ 400 saat itu. Perubahan itu
adalah mereka berhemat, mengkonsumsi hanya sekitar 30 % penghasilannya,
menyimpan 35% dan yang 35 % sisanya diinvestasikan. Mereka berubah dari
orientasi hidup untuk saat ini, menjadi untuk masa depan.
Mereka
komunis, tidak berharap adanya kehidupan setelah kematian – itupun
bersedia berkorban untuk kehidupan masa depan – dan mereka sukses untuk
apa yang mereka lakukan.
Prinsip
1/3 untuk umat Islam mestinya bisa lebih dari apa yang dilakukan oleh
rakyat China. Dengan mengkonsumsi 1/3 dari penghasilan kita,
menginfaqkan 1/3-nya dan menginvestasikan 1/3-nya. Inilah keseimbangan
dalam Islam.
Sepertiga
yang dikonsumsi adalah agar kita bisa hidup layak saat ini, 1/3 yang
diinvestasikan adalah untuk masa depan kita dan anak-anak kita dan 1/3 yang diinfaqkan adalah untuk kehidupan abadi
kelak kita setelah mati.
Bayangkan
bila prinsip 1/3 ini bisa menjadi gerakkan masif di negeri ini seperti
yang terjadi di China 30 tahun lalu, maka akan ada bahan bakar
pertumbuhan ekonomi yang luar biasa di negeri ini. Sepertiga yang
diinvestasikan akan menumbuh-kembangkan sektor riil yang sebelumnya
dalam ekonomi ribawi dibebani dengan beban bunga – menjadi tidak lagi
terbebani beban bunga.
Sepertiga
yang diinfaqkan bisa menumbuh-kembangkan social business
sehingga simiskin-pun bisa memiliki akses modal yang murah dan mudah,
mereka tidak lagi dicekik oleh rentenir dan sejenisnya.
Apakah
penerapan prinsip 1/3 ini sulit ? insyaAllah tidak, karena selama ini
para pegawai-pun kurang lebih sudah menerapkannya – hanya penerapannya
yang barangkali belum pas !
Rata-rata
pegawai hanya mengkonsumsi 1/3 dari penghasilannya – jadi mereka sudah
terbiasa, tinggal memperbaiki alokasi yang 2/3-nya.
Selama
ini yang 1/3 lagi dipakai untuk membayar hutang jangka panjang – yaitu
kredit rumah. Seolah dunia perbankan ribawi juga tahu prinsip 1/3 ini
sehingga ketika mereka akan memberikan kredit ke nasabahnya, mereka
batasi kredit tersebut sehingga si peminjam ini nantinya mampu membayar
cicilan tidak lebih dari 1/3 dari penghasilannya.
Sepertiganya
lagi macam-macam penggunaannya. Yang boros menggunakan 1/3-nya untuk
mencicil hutang jangka pendek seperti kredit mobil, membayar credit card
dan barang-barang konsumtif lainnya. Yang hemat menginvestasikannya di
asuransi, bursa saham, reksadana dan sejenisnya.
Intinya
tidak sulit, hanya perlu menata kembali apa yang kita lakukan
sehari-hari. Yang 1/3 untuk konsumsi ini memang harus, jadi biarkan
demikian. Yang 1/3 untuk membayar hutang jangka panjang dan umumnya
rumah, ini juga insyaAllah masih aman – hanya semaksimal mungkin
tinggalkan riba agar keberkahan mendatangi Anda – dan ini menjadi
peluang bagi teman-teman di bank syariah mestinya.
Nah
mulai dari yang 1/3 yang terakhir yang dibenahi total. Yang biasanya
habis untuk membayar hutang jangka pendek, credit card dan yang
sejenisnya – bisa mulai diubah arahnya menjadi investasi sektor riil.
Dari sinilah ekonomi sektor riil akan mendapatkan sumber bahan bakar
pertumbuhannya dan dari sini pulalah peluang Anda untuk beramal secara
nyata terbuka.
Sambil
melakukan perubahan ini, niatkan pula untuk menginfaqkan 1/3 dari hasil
investasi Anda di sektor riil ini. InsyaAllah setelah investasi Anda di
sektor riil berhasil, Anda bisa pindah kwadran dari employee
ke self-employed, business owner
atau bahkan investor – dan saat itu Anda sudah
terbiasa mengelola harta Anda dengan prinsip 1/3 yang sesungguhnya.
Sepertiga
untuk dikonsumsi, 1/3 untuk investasi dan 1/3 untuk sedeqah –
insyaAllah Allah akan menurunkan ‘hujan’ khusus untuk Anda. Amin.
Bagian dari Universalisasi dan
Globalisasi Mata Uang Dunia
Ternate
Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan
paling berpengaruh di Indonesia Timur. Pada masa kejayaannya di paruh abad
ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militer, wilayahnya
membentang luas meliputi Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina, bahkan mencapai
Kepulauan Marshall di Pasifik. Pengaruhnya pun meresap hingga berbagai bidang
kehidupan seperti dalam sistem pemerintahan, perdagangan, militer, transportasi
laut, hingga ragam jenis kuliner.
v:shapes="_x0000_i1028">
Khusus dalam sistem perdagangan, sebagai sebuah
kerajaan bercorak Islam, Kesultanan Ternate dahulu menggunakan sistem nilai
tukar dirham dan dinar. Koin emas dan perak waktu itu menjadi mata uang yang
digunakan rakyat Ternate. Sejarah pun mencatat
bagaimana rakyat Ternate menolak menggunakan uang kertas yang dipaksakan VOC
dan Hindia Belanda. Kini di bawah kepemimpinan Sultan Mudafar Syah II,
Kesultanan Ternate berhasrat kembali menggunakan emas dan perak sebagai nilai
tukar ekonomi di wilayah kesultanannya.
v:shapes="_x0000_i1029">
Ditemui Indonesia.travel di Kedaton Ternate, Sultan Mudafar Syah II mengutarakan jaminan
bahwa masyarakat yang membeli dirham dan dinar tidak akan merugi. Itu karena
nilai tukarnya stabil, berbeda dengan Dolar Amerika yang fluktuatif. Selain
itu, nilai tukar emas dan perak tidak pernah terimbas inflasi. Sementara itu,
Ratu Nita Budhi Susanti menambahkan bahwa penerapan sistem ini dianggap mampu
memperbaiki sistem moneter Indonesia.
Kesultanan Ternate pernah pula diundang Organisasi Islam Dunia untuk membahas
universalisasi dan globalisasi penerapan nilai tukar dirham dan dinar dengan
slogan “Satu umat, satu mata uang”.
Penggunaan uang dinar dan dirham tidak mengandung
riba yang dilarang Islam. Hal itu karena penggunaan emas dan perak sebagai alat
tukar tidak ada sistem bagi hasil maupun pungutan dari nasabah. Nasbah cukup
membeli emas untuk disimpan dan bila dijual kembali, kapanpun, maka nilai emas
dan perak tetap tersesuaikan (bertambah) misalnya setahun, enam bulan, tiga
bulan atau 10 tahun. Harapannya dengan nilai tukar ini dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Ternate dan kabupaten/kota lain di Maluku Utara
(Malut).
Ketika Festival Legu Gam digelar pada April 2013
untuk memeriahkan ulang tahun Sultan Mudafar Syah II ke-78, secara resmi dinar
dan dirham Ternate diedarkan kepada masyarakat luas beriringan dengan
peluncuran tabungan jenis dinar dan dirham. Kepemilikan terhadap 1 dinar (emas)
senilai Rp2.500.000,- dan 1 dirham (perak) seharga Rp70.000,-. Masyarakaat
dapat membeli atau menjualnya kembali kepada Kesultanan Ternate dengan nilai
tukar yang berlaku saat itu.
Sebelumnya, sejak 2012, Kesultanan Ternate sudah
menerapkan penarikan zakat menggunakan dinar dan dirham. Kesultanan tidak
memanfaatkan dana masyarakat dari pembelian dirham dan dinar itu untuk
kepentingan kesultanan tetapi dikembalikan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di wilayah Kesultanan Ternate.
Dirham dan dinar yang diedarkan Kesultanan
Ternate mengikuti standar dan berada di bawah payung World Islamic Mint (WIM).
WIM adalah badan otonom yang peran dan tugasnya menetapkan standar, nilai
tukar, mengatur pencetakan, serta menjamin mutu takaran dan timbangan dirham
dan dinar yang beredar di masyarakat. Pecahan dinar dan dirham WIN, yaitu untuk
dinar berupa koin emas seberat 4,25 gram 22 karat (91,70%) tersedia dalam
pecahan ½, 1 dan 2 dinar. Untuk dirham atau perak murni seberat 2,975 gram
tersedia pecahan ½, 1, 2, dan 5 dirham.
Kesultanan Ternate sebenarnya bukan satu-satunya
kesultanan yang menerapkan nilai tukar ini, melainkan juga di beberapa
kesultanan di Nusantara dan di negara lain sudah menjalankannya. Jadi,
penerapannya bersamaan dengan yang dilakukan beberapa kesultanan lain di
Nusantara, yaitu: Kesultanan Kelantan (Malaysia),Kesultanan Kasepuhan (Cirebon),
Kesultanan Bintan Darul Masyhur (Kepulauan Riau), dan Kesultanan Sulu
(Filipina).
Masing-masing kesultanan mencetak koin-koin yang
diotorisasi World Islamic Mint (WIM) dengan seragam, yaitu pada satu sisi
identitas World Islamic Mint (WIM) dan sisi lainnya menurut versi kesultanan
masing-masing. Model tersebut digunakan juga di berbagai belahan dunia lain
termasuk di Uni Eropa dengan bank sentral nasional yang menerbitkannya. Semua
koin dirham dan dinar tersebut memiliki nilai tukar yang sama dan ditetapkan
WIM Asia yang berpusat di Kuala Lumpur.
Demi mendukung universalisasi dan globalisasi,
telah dibentuk konsolidasi jaringan pengguna dinar-dirham secara global dalam
wadah JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara).
JAWARA telah ada di beberapa negara seperti di Indonesia, Tumasik Trade Network
(TTN) di Singapura, dan Muamalah Madinah (Koperasi) di Malaysia.
Berikutnya negara-negara lain mengikuti langkah ini di Inggris, Amerika
Serikat, Afrika Selatan, dan beberapa negara lainnya.
Untuk pembelian mata uang dinar dan dirham di
berbagai negera yang masih belum terkordinir kini mulai dikonsolidasi dalam
suatu jaringan global bernama Dinarshop. Peminatnya dapat mengetahui dan
bertransaksi melalui website www.dinarshops.com dimana pengguna dirham dan dinar di Asia
Tenggara dapat berhubungan dengan yang ada di Amerika, Eropa, dan Jepang, serta
Afrika. Jaringan Dinarshops juga akan disertai fasilitas penyimpanan dan sistem
pembayaran melalui Wadiah Nusantara.
Meski jaringan dinar dan dirham masih baru, terus
tumbuh, dan relatif belum massif tetapi penerapannya di beberapa kesultanan di
Nusantara termasuk di Kesultanan Ternate menjadi cikal bakal jaringan global
dinar dan dirham dunia. Di Indonesia sendiri wakala (pusat distribusi Dinar
Emas Islam dan Dirham Perak Islam) ada di berbagai kota di Indonesia seperti
Jakarta, Bogor, Depok, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Solo, Makssar, Medan,
Batam, Bintan, hingga Soroako. Peminatnya mulai dari masyarakat umum,
organisasi massa
Islam, bahkan juga dari kalangan non Muslim.
Penggunaan dinar dan dirham sendiri dijamin
konstutusi Republik Indonesia
untuk digunakan dalam jaringan pedagang, penyelenggaraan pasar-pasar terbuka,
lembaga pengumpul infak dan sedekah, serta para amil dan penarik zakat mal.
Untuk memperoleh dinar dan dirham dapat mengunjungi wakala-wakala (pusat
distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam) terdekat yang terdaftar di www.wakalanusantara.com.
Lembaga tersebut melayani transaksi sehari-hari melalui penukaran dengan uang
kertas sebagai hasil jual-beli atau upah atas hasil kerja dan jasa di
masyarakat sendiri. Koin berstandar WIM hanya diedarkan oleh jaringan wakala di
bawah koordinasi Wakala Induk Nusantara (WIN).
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– Kesultanan Ternate bersama Universitas Khairun menggelar seminar Muamalah
Sultaniah terkait pemberlakuan dinar dan dirham di lingkungan Kesultanan
Ternate. Seminar internasional sehari yang bertajuk “Kembalinya Dinar dan
Dirham Kesultanan Ternate” (Ino fo pake Kolano Ternate na Dinar se Dirham)
ini digelar di Aula Unkhair Kampus Gambesi, Ternate,
Kamis (12/9).
Rektor Unkhair Dr. Husen Alting, SH, MH
mengatakan bahwa seminar ini merupakan inisiatif dari pihak Kesultanan dalam
rangka memberlakukan mata uang dinar dan dirham. “Unkhair sendiri masih akan
melakukan diskusi dan penelitian lebih jauh tentang kelemahan dan kelebihan
serta dampak ketika mata uang ini diberlakukan,” kata Husen Alting.
Dalam sambutannya sebagai Rektor, Husen Alting
mengatakan bahwa seminar ini tetaplah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Sementara itu, dalam sambutannya sekaligus materi
pertama seminar ini, Sultan Ternate Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si, menyatakan
bahwa saat ini terjadi kebangkitan dinar dan dirham secara global. “Para pengusaha Barat saat ini banyak yang telah
menggunanakan dinar dan dirham,” kata Sultan.
Saat ini, kata Sultan lagi, yang harus dihapuskan
adalah kemiskinan, bukan penjajahan. Solusi untuk memutus mata rantai
kemiskinan itu adalah dengan memberlakukan dinar dan dirham di tengah-tengah
masyarakat.
Selain Sultan Ternate, pada sesi pertama yang
dipandu Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum (Wakil Rektor I Unkhair), ada empat pembicara
yang turut menyajikan materinya yaitu Ustad Muhd Noor bin Deros (Anggota Majlis
Fatwa Singapura), Ir. H. Zaim Saidi, MPA (Wakala Induk Nusantara, Indonesia),
Iqbal M. Aris Ali (Dosen Akuntansi FE Unkhair), dan Ahmad Buchori (Bank
Indonesia). Sedangkan pada sesi kedua yang dipandu Yanuardi Syukur, M.Si
(Sekretaris Rektor Unkhair), ada tiga pembicara yang hadir, yaitu H. Zahimi bin
Chik (Ketua Jawara Malaysia),
H. Umar Azmon Amir Hassan (Pengerusi/Pimpinan Koperasi Amal Madinah, Malaysia), dan Mr. Abdullah Seymore (Wadiah
International, United
Kingdom).
Di tengah-tengah acara juga diresmikan sebuah
klub bernama “Klub Aktivis Dinar Dirham” Unkhair. Peresmian klub ini ditandai
dengan pemasangan jaket klub kepada dua peserta seminar.
Seminar ini termasuk seminar yang tidak biasa,
bahkan baru. “Untuk dunia akademik terkhusus di Unkhair, seminar ini termasuk
sesuatu yang baru,” kata Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– Materi pertama dibawakan oleh Sultan Ternate Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si
dengan judul “Menuju Masyarakat Berbasis Pengetahuan: Visi Inovasi Teknologi”.
Dalam makalahnya, Sultan memulai dengan fakta
saat dunia memasuki milenium ketiga ini, semua bangsa maju sepakat menyatakan
bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyara untuk meraih
kemakmuran (prosperity) dalam kancah pergaulan internasional.
“Oleh karena itu, dapat dimengerti jika para
ilmuwan sejagad sekarang tengah berlomba-lomba melakukan kegiatan penelitian,
pengembangan (litbang) dan rekayasa untuk meningkatkan korpus pengetahuan,”
kata Sultan Mudaffar.
Ada
enam teknologi baru yang berinteraksi secara sinergis untuk pembentukan masayrakat
dengan sistem ekonomi baru, yaitu: mikro elektronik, komputer, telekomunikasi,
materi buatan, robotik dan bioteknologi.
“Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dasar
yang menjadi landasan bagi enam bidang tersebut telah menciptakan berbagai
terobosan teknologi di bidang komputer, informasi, smei konduktor dan
bioteknologi,” katanya lagi. Lebih lanjut, kata beliau lagi, teknologi internet
misalnya, saat ini menjadi pendukung industri jasa dan perdagangan retail,
telepon selular dan sektor lainnya.
Saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi
informasi, fondasi lama pun telah punah. Fondasi lama yang dimaksud adalah
sumber daya alam (SDA) seperti tanah, mineral, minyak bumi dan hutan yang
merupakan modal kesuksesan suatu bangsa. “Tiba-tiba, SDA bukan lagi faktor
utama, tetapi berubah menjadi knowledge.”
Bill Gates misalnya, kutip Sultan Ternate, pada
dasarnya bukanlah tuan tanah, bukan pemilik tambang minyak, bukan pemiliki
tambang emas, bukan industrialis maupun diktator yang memiliki tentara yang sangat
kuat.
“Untuk pertama kali,” tulis Sultan dalam
makalahnya, “manusia terkaya di dunia hanya bermodal knowledge.”
Contoh lebih ekstrim lagi, katanya, nilai seluruh
logam mulia emas yang pernah ditambang dalam sejarah umat manusia (dari jaman
Mesir Kuno sampai penambangan modern seperti di Freeport, termasuk berbagai
cadangan minyak AS di Fort Knox), semuanya ini ternyata nilainya kurang dari 6
perusahaan berbasis high tech, seperti Microsoft, Intel, IBM, Cisco,
Lucent, dan Dell.
“Dari kenyataan tersebut, jelas iptek dan
keahlian akan menjadi salah satu sumber competitive advantage yang
sangat penting bagi suatu bangsa di masa mendatang.”
Bangsa kita, kata Sultan Mudaffar lagi, tidak
boleh ternina bobo dengan slogan bahwa negara kita kaya raya dengan sumber daya
alam yang dapat mencukupi segala kebutuhan bangsa dalam mencapai masyarakat
adil dan makmur.
“Knowledge akan merupakan basis baru bagi
kesejahteraan suatu bangsa, yang akan ditentukan oleh cara bagaimana suatu
masyarakat dan bangsa mampu mewujudkannya sebagai landasan sistem perekonomian
dan perindustriannya,” ujar Sultan Mudaffar Sjah lagi. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– Bagaimana mencipta masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge)?
Menurut Sultan Mudaffar Sjah, mengutip dari Lester C. Thurow (1999), paling
sedikit ada lima
elemen dasar yang perlu ada dalam menciptakannya, yaitu: (1) penataan
masyarakat, (2) kewiraswastaan, (3) pembentukan knowledge, (4)
keterampilan (skill), dan (5) pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan
lingkungan hidup.
Pada elemen pertama, penataan masyarakat,
Sultan menulis bahwa kesejahteraan suatu bangsa merupakan proses pembangunan
piramid, maka penataan masyarakat merupakan landasan bagi piramid tersebut.
“Penataan masyarakat merupakan titik awal bagi
pembangunan piramid kesejahteraan,” katanya lagi.
Problem penataan masyarakat ini bukan hanya
masalah bagi negara terbelakang, akan tetapi juga masalah bagi negara maju.
“Semua negara yang berhasil meningkatkan kesejahteraan bangsanya secara
periodik mampu menghadapi problema baru yang mungkin disebabkan organisasi
kemasyarakatan yang lama tidak mampu mengantisipasi,” kata Mudaffar.
Jika bangsa tersebut ingin sukses, mereka harus
mereformasi diri mereka. Pada tahap pertama ini mobilisasi sumber daya manusia
haruslah diorganisir dengan baik.
Setelah masyarakat tertata, maka langkah
selanjutnya pada pengembangan sektor ekonomi. Amerika Serikat misalnya, di abad
ke-19 melakukan copying to catch up (menyalin/meniru untuk mengejar
ketertinggalan) dan memperbaiki sistemnya terkait dengan barang-barang Inggris
yang masuk, seperti tekstil, baja, dan penambangan batu bara. Akhirnya, Amerika
melampaui Inggris dalam bidang teknologi karena Amerika memiliki sistem
pendidikan yang lebih baik. Pun demikian dengan Jepang mengkopi industri AS dan
memperbaiki sistem mereka, dan pada akhirnya di tahun 1980-an Jepang lebih
unggul dari Amerika dalam bidang industri.
Di elemen kedua kewiraswastaan, Sultan
menulis bahwa setelah masyarakat berhasil ditata kembali, yang dikembangkan
adalah sektor kewiraswastaan. “Perubahan memerlukan individu-individu yang
menghargai hal-hal yang baru,” kata Sultan. Individu-individu tersebut adalah
mereka yang berani mengambil inisiatif untuk merealisasikannya.
Wiraswasta diperlukan untuk melihat berbagai
kemungkinan bisnis dari teknologi baru, seperti e-commerce dan siap
memecahkan segala rintangan yang menghalangi terciptanya tatanan baru. “Para birokrat di sektor swasta maupun di sektor negara
umumnya akan cenderung menolak perubahan-perubahan tersebut,” tulisnya.
Faktor masyarakat menjadi penentu bagi tumbuhnya
jiwa-jiwa wiraswasta. Masyarakat yang sukses, kata Sultan, akan berani
mengambil risiko dengan mengubah segala sesuatu yang telah mereka buat sendiri
dengan sesuatu yang berbeda, yang lebih besar dan lebih kuat untuk masa depan.
Terciptanya masyarakat dengan kewiraswastaan yang baik sangat ditentukan oleh
tatanan masyarakat yang baik pula.
Elemen ketiga, pembentukan knowledge (pengetahuan).
Setelah masyarakat tertata dan mulai munculnya para wiraswasta, selanjutnya
elemen yang perlu diisi adalah pembentukan knowledge. “Di millenium III
ini, knowledge merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang perlu
dimiliki suatu bangsa untuk bersaing secara global.”
Dengan knowledge kita akan mampu menciptakan
berbagai terobosan mendasar di bidang teknologi. Umat manusia juga saat ini
terus berkeinginan untuk memacu knowledge-nya. Keinginan ini tidak
pernah padam di seluruh dunia. Ketika Eropa mengalami kegelapan, bangsa Cina
dan Arab tampil gemilang. Selanjutnya, ketika pengembangan knowledge di
Cina dan Arab mengalamai retrogression (kemunduran) dan berhenti, maka
di Eropa pun timbul renaissance (abad pencerahan).
Untuk menciptakan berbagai knowledge,
diperlukan berbagai kreativitas. Bila tidak ada keteraturan sama sekali, tidak
mungkin akan tercipta kreativitas, bahkan kreativitas akan mati. Ruang gerak
yang terlalu leluasa juga akan menciptakan chaos (kekacauan). Maka,
menurut Sultan, untuk meningkatkan knowledge suatu bangsa maka
diperlukan kombinasi yang tepat antara chaos dan keteraturan.
Elemen keempat, keterampilan. Orang yang
terampil diperlukan untuk menemukan knowledge baru, menemukan produk dan
proses baru, menangani proses produksi yang penting, menjamin terlaksananya
pemeliharaan yang memadai bagi peralatan yang rumit, dan bahkan untuk
menggunakan produk atau proses yang sangat mutakhir.
Berdasarkan perkiraan Bank Dunia mengenai potensi
kekayaan suatu bangsa, diperoleh fakta bahwa modal produktif per kapita
tertinggi ditemukan di negara-negara yang besar dengan penduduk sedikit tapi
terdidik dengan baik, seperti Australia
(USD 835.000) dan Kanada (USD 704.000). Di kedua negara tersebut, SDA dan luas
tanah menyumbang sekitar 80% dari kekayaan produktif dan sekitar 30% dari SDM
yang memadai. Sebagai perbandingan dengan kedua negara tersebut, Jepang (USD
565.000) mengandalkan 80% dari SDM terampil dan 20% dari SDA dan tanah. SedangkanAS
(USD 420.000) berada pada posisi tengah dengan komposisi SDM 60% dan SDA 40%.
Masyarakat yang lebih siap berubah dan punya
dorongan mental wiraswasta yang tinggi akan memanfaatkan selektif SDA dan
SDM-nya.
Elemen kelima, sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Keduanya punya hubungan yang erat. SDA adalah segala sesuatu yang
bersifat alamiah yang dapat berguna bagi kehidupan kita. Kegunaan ini dapat
bersifat potensial atau faktual. Sedangkan lingkungan hidup adalah jumlah semua
benda hidup dan tidak hidup serta kondisi yang ada dalam ruang yang kita
tempati.
“Faktor lingkungan hidup perlu diperhitungkan
dalam mengelola SDA,” tulis Sultan. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– Setelah menjelaskan tentang penciptaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge),
Sultan Mudaffar Sjah menukik materinya lebih jauh pada masalah kebangkitan
dinar dan dirham.
“Dinar dan dirham merupakan merupakan suatu
fenomena global dan mulai mendapat perhatian dunia. Ekonomi global sekarang
dalam proses mengintegrasikan sistemnya dengan Dinar-Dirham. Ini merupakan
suatu dinamika yang mempercepat pengenalan produk dan inovasi,” tulis Sultan.
Para pengusaha
bank di dunia barat saat ini banyak yang telah mengelola dinar dan dirham,
seperti HSBC Amanah, Sarasin Bank, Deutschs Bank, dan Commertz Bank. Di Amerika
Serikat bahwa ada sebuah usaha swasta bernama “Guidance Finance Group Ltd” yang
menanam 2.3 miliar USD untuk membantu pensiunan mengatur keuangannya. Di
Inggris juga ada Bank Gatehouse dan Bank of London & Middle East Bank yang
mengelola dinar dan dirham.
“Bank of London bahkan telah mempersiapkan diri
sebagai pusat dinar dirham untuk menyaingi New York, dan Luxembourg juga
mempersiapkan diri sebagai pengelola dinar dirham untuk menyaingi Dublin,
Irlandia Utara,” jelas Sultan. Ia juga menambahkan bahwa Dubai
juga menggunakan dinar dirham untuk menyaingi Bahrain sebagai pusat wilayah dinar
dirham. Singapura juga menggunakan dinar dirham untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya untuk menyaingi Hong Kong.
Sejak 2008, kata Sultan Mudaffar, beberapa
pengelola keuangan yang terkenal juga mulai membuka cabang-cabangnya di seluruh
dunia.
Di tahun 2011 misalnya, telah
berdiri Islamic Finance Country Index (IFCI) yang melibatkan 42 negara-negara
Islam. Tugas badan ini adalah memonitor perkembangan dinar dan dirham dalam
sistem keuangan.
Mulai bangkitnya penggunaan dinar dan dirham
dalam konteks global tidak bisa dipisahkan dari krisis finansial pada
2008-2009. Para investor mulai timbul
kesadaran bahwa kemiskinan harus dihapuskan dari muka bumi. Joseph Stiglitz
dalam bukunya “Price of Inequality” juga menjelaskan tentang pembagian
kesejahteraan yang tidak seimbang di Amerika Serikat. Ketidakseimbangan ini
terjadi karena orang kaya (pemodal) selalu mendapatkan tempat terbaik dalam
segala bidang.
“Dengan dinar dan dirham kita telah mampu
menyusun suatu agenda ekonomi yang dinamis dengan pembagian kesejahteraan yang
adil sebagai persiapan membentuk generasi masa depan yang lebih bermartabat,”
tukas Sultan Mudaffar Sjah. (*/yanuardisyukur)
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Ustad Muhd Nur bin Deros
dari Majelis Fatwa Singapura menjadi pembicara pertama dalam sesi diskusi
setelah sambutan dan materi Sultan Ternate. Dalam materinya yang berjudul
“Fatwa Mata Uang Kertas”, Muhd Nur menyampaikan betapa ia berbesar hati bisa
hadir di seminar ini.
Ustad lulusan Fakultas Akidah dan Filsafat
Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir ini, menjelaskan bahwa Allah dan Rasul-Nya
mengumumkan perang terhadap riba. Di dalam al-Qur’an, paparnya, ada dua dosa
yang diperangi, yaitu: (1) dosa menghina Nabi, dan (2) dosa karena riba.
Di tahun 1898 di Mesir ditemukan jasad Fir’aun.
“Ditemukannya jasad Fir’aun ini menandai dengan kembalinya sistem Fir’aun,”
kata Deros. Sistem Fir’aun yang ia maksudkan adalah sistem sihir, ilusi, yang
termasuk di dalamnya adalah uang-uang kertas yang ada di dompet-dompet kita.
“Uang kertas adalah sihir terbesar abad ini,”
kata Deros yang juga pemilik Syarikat Syajarah 14:24 di Singapura yang
memperjuangkan dinar dan dirham dan juga pendidikan Islam. Menurutnya, sihir
itu tidak butuh mantra-mantra dan jampi-jampi. Akan tetapi sihirnya uang kertas
ada pada mata, pada persepsi. Para tukang
sihir, kata dia lagi, telah mengubah mata-mata manusia.
Saat ini, menurut penulis tetap di Majalah
berbahasa Inggris Vizier yang terbit di Singapura itu, umat Islam tidak
ada jalan keluar kecuali memberlakukan dinar dan dirham. Di Malaysia, bahkan
telah ada 90 toko yang menerima dinar dan dirham. Ia berharap agar dengan
adanya dinar dan dirham di Kesultanan Ternate dapat menghilangkan kita dari
sihir-sihir dan ilusi uang kertas.
Menurut sebuah buku berbahasa Melayu “Fatwa
Mengenai Wang Kertas”, mata uang kertas bukan saja menjadi alat perbankan dan
keuangan antarbangsa untuk memperhamba penduduk dunia, tapi juga menjadi alat
bagi Amerika Serikat untuk meneruskan penguasaan politik dan militernya atas
negara-negara lain.
Masih dalam buku itu juga dijelaskan beberapa
sifat dari uang kertas, yaitu: (1) uang kertas diciptakan untuk mengganti emas
dan perak, (2) masyarakat umum menganggap bahwa uang kertas tidak bernilai, (3)
uang kertas laku sebagai mata uang atas perintah undang-undang (legal tender
act), (4) masyarakat menggunakannya atas perintah undang-undang negara, (5)
jika seseorang enggan menggunakan uang kertas, maka ia dihukum oleh negara, (6)
uang kertas bukan uang sebenarnya, akan tetapi nota jaminan kerajaan, (7) harga
yang diberikan kepada uang kertas melebihi daripada zatnya sebagai kertas, dan
ini suatu ketidakadilan, (8) harga yang tertera di atas mata uang kertas
disalahartikan sebagai nilainya, (9) harganya senantiasa menyusut, dan (10)
jika uang kertas nilainya turun, maka masyarakat teraniaya karena terpaksa
menggunakan lebih banyak uang kertas untuk memberi barang yang sama.
[*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Setelah paparan Ustad
Muhd Nur bin Deros, materi dilanjutkan oleh Ir. H. Zaim Saidi, MPA, Direktur Wakala
Induk Nusantara, Indonesia.
Zaim membawakan materi berjudul “Perkembangan Global Mata Uang Dinar Dirham:
Menuju Mata Uang Tunggal Islam”.
Dalam materinya, senada dengan pembicara
sebelumnya, Zaim Saidi menjelaskan secara detail tentang pentingnya dinar dan
dirham serta bukti bahwa “uang kertas adalah sihir.”
Zaim memulai penjelasannya dengan sebuah
pertanyaan: Mengapa dinar dan dirham?
“Allah swt menciptakan emas dan perak sebagai
harta, dengan nilai besar dan kecil. Dalam al-Qur’an sekurangnya ada 12
ayat yang menyebutkan “emas”: dhahab, zukhruf, qintar, dan dinar. Dalam
al-Qur’an sekurangnya ada 10 ayat yang menyebutkan “perak”: fiddhah, wariq,
qintar, dan dirham,” kata Zaim.
Emas dan perak, kata Zaim yang juga penulis buku
itu, tidak boleh ditimbun-timbun, harus beredar sebagai mata uang. “Haram
menggunakan emas dan perak selain sebagai alat tukar, perkecualian sebagai
perhiasan untuk kaum perempuan,” katanya lagi.
Dalam sejarah Islam, kata Zaim, Khalifah Abdul
Malik di tahun 74 H pernah mencetak Dinar. Ia mengeluarkan sebuah
maklumat yang melarang penggunaan koin emas dan perak selain dinar dan
dirham di seluruh wilayah Islam. “Dinar dan dirham adalah wujud dari daulah
Islam,” katanya.
Dalam sejarah Islam, kata Zaim, Khalifah Abdul
Malik di tahun 74 H pernah mencetak Dinar. Ia mengeluarkan sebuah
maklumat yang melarang penggunaan koin emas dan perak selain dinar dan
dirham di seluruh wilayah Islam. “Dinar dan dirham adalah wujud dari daulah
Islam,” katanya.
Dalam materinya, Zaim juga mengkritik perbankan.
“Misi pokok bank adalah membuat masyarakat jadi miskin agar bisa berhutang di
bank. Bank adalah arisan berantai,” kata dia. Dalam bahasa yang lebih keras,
Zaim Saidi mengatakan, “Banking is crime, and banker is criminal.”
Materi Zaim Saidi termasuk “keras” dalam
mengkritik uang keras, bahkan sistem perbankan saat ini. “Inilah
nihilisme dari WorldState (negara
bangsa). Negara bangsa diciptakan oleh para bankir. Kemerdekaan juga didesain.
Dengan uang kertas, mereka tetap bisa mengambil cengkeh dan pala di Maluku
tanpa mendatangkan serdadu.”
Lantas, tugas pemerintah apa? Kata Zaim lagi,
“Tugas pemerintah adalah menghabiskan utang lewat APBN dan memajaki rakyat.”
Ini adalah sistem Fir’aun, kata dia lagi. Saat ini, 2013, utang Indonesia
sebanyak Rp 2.100 triliun. Utang tersebut kata Zaim, tidak untuk dilunaskan,
akan tetapi dicicil.
Saat ini pemiskinan dibuat secara sistemik.
Kehancuran riba dengan hancurnya mata uang kertas telah di depan mata sambil
mengutip sebuah hadis Imam Ahmad dalam Musnad-nya, ”Akan datang masa
ketika tidak ada yang dapat dibelanjakan (karena tak bernilai) kecuali dinar
dan dirham.”
Kata Zaim lagi, berdasarkan perhitungannya yang
dipaparkan dalam bentuk grafik, kurs dinar dalam dollar pada periode 2004-2012,
dinar mengalami peningkatan yang berarti dari 54 hingga 254.
Kesimpulan yang dapat diambil dari mateirnya,
kata Zaim Saidi adalah: (1) penerapan dinar dan dirham bukan urusan ekonomi,
melainkan urusan politik, (2) penerapan dinar dan dirham bertujuan untuk
merestorasi syariat Islam, (3) penerapan dinar dan dirham adalah untuk
menegakkan yang haq (daulah Islam), hingga yang batil (Kapitalisme/Sistem Riba)
musnah, dan (4) penerapan dinar dan dirham untuk mempersatukan umat Islam, di
bawah perlindungan dan kepemimpinan para Sultan, dengan landasan syariat Islam.
Materi Zaim Saidi menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan dan respon yang beragam dari kalangan peserta.
Menanggapi pertanyaan tentang dinar dan dirham,
Zaim menjelaskan bahwa UU Mata Uang di Indonesia baru ada pada 2010. UU ini
kata dia melindungi dollar yang dapat dilihat pada klausul “kecuali disepakati
bersama”. Artinya, kalau disepakati dollar dipakai, maka itu tidak mengapa.
Pada UUD 1945, dinar dan dirham juga sebenarnya dilindungi.
Saat ini, kata Zaim, di Indonesia ada sekitar 200
orang yang mengklaim diri sebagai sultan. Namun yang mencetak dinar dan dirham
baru 2 sultan saja, yaitu Sultan Cirebon dan Sultan Ternate. Di luar negeri,
Sultan Sulu juga sudah mencetak dinar dan dirham.
Zaim Saidi menamatkan S1 di IPB dan S2 di Sydney
University, Australia. Selain menjadi Direktur Wakala Induk Nusantara (WIN), ia
juga menulis beberapa buku seperti: Tidak Syar’inya Bank Syariah, Euforia
Emas, Kembali ke Dinar; Tinggalkan Riba, Tegakkan Muamalah, dan Stop
Wakaf dengan Cara Kapitalis. Ia juga pendiri dan pembina “Jawara” (Jaringan
Wirausahawan dan Pengguna Dinar-Dirham Nusantara). Ia aktif sebagai pembicara
seminar di dalam dan luar negeri. [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– “Prinsip ekonomi syariah adalah keadilan dan kebajikan, dan itu tercermin
dalam dinar dan dirham,” demikian kata Iqbal M. Aris Ali, dosen Akuntansi
Syariah Fakultas Ekonomi Unkhair, sebagai pembicara setelah Zaim Saidi.
Kenapa dinar dan dirham adalah cerminan dari
keadilan dan kebaikan? Kata Iqbal, karena nilai keduanya tetap konstan, tetap.
Berbeda dengan uang kertas yang nilainya bisa naik dan bisa turun.
Dalam materinya, Iqbal Aris juga menjelaskan
tentang makna uang. “Uang punya dua fungsi, yaitu sebagai alat tukar (medium
of exchange) dan alat ukur (measurement of value),” kata dia.
Mengutip pakar ekonomi klasik asal Tunisia yang
juga penulis kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun, Iqbal mengatakan bahwa Allah
menciptakan emas dan perak sebagai nilai bagi semua harta.
Saat ini, jika dinar dan dirham hendak dijalankan
di tengah-tengah masyarakat, maka ada beberapa tantangan yang akan dihadapi
menurut Iqbal, yaitu: (1) internalisasi akhlak, (2) cadangan emas haruslah
banyak, (3) kesadaran dan kepercayaan masyarakat haruslah ada untuk menggunakan
dinar dan dirham, (4) political will dari pemerintah, (5) perlu
perencanaan dan penelitian komprehensif, (6) berproses dan relatif lama,
seperti pemberlakuan mata uang EURO yang memakan waktu 20 tahun.
“Waktu yang lama itu pada pembuatan regulasinya,”
tandas Iqbal lagi.
Berdasarkan beberapa tantangan di atas itu, ada
beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) perlu kerjasama dengan
negara yang punya kandungan emas, (2) kerjasama antarkesultanan di luar negeri,
negara OKI, dan ASEAN, (3) perlu kajian untuk mengurangi ketergantungan
terhadap Anchor Money (uang jangkar, sebutan bagi mata uang yang menjadi
pilihan negara pemakai sistem dewan kurs atau mata uang kuat dunia yang
diterima secara luas) seperti US Dollar, dan mempertimbangkan sistem pembayaran
berbasis emas (Gold Based Trade Payment) yang ditawarkan Malaysia.
[*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE – Ahmad Buchori,
perwakilan dari Bank Indonesia,
menjadi pembicara terakhir pada sesi pertama. Dalam materinya, Buchori
menjelaskan tentang dinar dan dirham serta posisi mata uang di era modern.
“Bank Indonesia bertugas dengan koridor
Undang-Undang, dan mata uang kita rupiah,” kata Buchori sembari menambahkan
bahwa otoritas BI adalah di bidang moneter.
Terkait dengan dinar dan dirham, BI juga pernah
mendiskusikannya dengan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dari pendapat DSN, ada
dua pendapat tentang penggunaan dinar dan dirham, yaitu: (1) kelompok yang
meyakini bahwa dinar dan dirham itu hanya cocok di Arab saja, dan (2) kelompok
yang meyakini bahwa penggunaan dinar dan dirham akan terhindar dari inflasi.
Sejak lama dinar dan dirham sudah digunakan di
Arab. Bahkan sejak jaman jahiliyah. Di masa Nabi Muhammad, dinar dan dirham
tetap dipergunakan. Di masa khalifah Umar bin Khattab, kata Buchori, ia pernah berminat
membuat dinar dari kulit unta, dan di jaman Usman bin Affan ia menambahkan kata
“Allahu Akbar” dalam dinar dan dirham.
Di antara para ulama fikih, kata Buchori,
mengutip dari DSN, ada dua pendapat tentang dinar dan dirham, (1) ada yang
menolak penggunaan mata uang selain emas dan perak, dan (2) ada yang
membolehkan selain emas dan perak.
Pada dasarnya, kata Buchori, ia sepakat dan
mendukung perbaikan ekonomi. Namun perlu dilihat lagi bagaimana
langkah-langkahnya, kita perlu mencari dimana akar masalahnya—apakah pada supply
atau demand, dan lain sebagainya.
Untuk itu, terkait dengan ide rencana
pemberlakuan dinar dan dirham, menurut Ahmad Buchori lagi, harus ada diskusi
yang lebih lanjut. Dan diskusi ini juga tidak bisa sendirian, akan tetapi
mengajak berbagai sumber untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Hadir dalam seminar ini juga, Kepala Perwakilan
Bank Indonesia Ternate Budiyono. Menurut Budiyono, sebagai kajian, ide ini
perlu diperluas dan mengajak berbagai stakeholder pada diskusi-diskusi
selanjutnya. Budiyono sendiri saat ini menyimpan dinar dan dirham, dan ketika
Kesultanan Ternate memperkenalkan dinar dan dirham, ia juga harus dalam
kegiatan tersebut. [*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– Sesi kedua dimulai pukul 14.30. Materi pertama dibawakan oleh H. Zahimi Chik,
Ketua Jawara Malaysia,
berjudul “Mengenal Komponen dalam Daulah Islamiah”.
Zahimi memulai dengan 3 pertanyaan tentang
merdeka, yaitu: Apa itu Kemerdekaan? Merdeka dari siapa? dan Apakah benar kita
sudah merdeka?
“Saat ini pemerintahan kita demokrasi.
Sistem perdagangannya juga monopoli, riba, uang kertas, dan bunga. Dalam
pendidikan juga lebih mengutamakan masalah dunia,” paparnya.
Dengan pola hidup ini, kata dia lagi,
sesungguhnya kita belum merdeka.
Jalan keluarnya, kata Zahimi yang juga seorang
optometris sejak 1986 itu, adalah dengan kembali ke daulah Islamiah dengan
sistem kesultanan dimana sultan memiliki hak untuk membuat dinar dan dirham.
Selain itu, juga dalam pendidikan ditekankan tauhid, dan ada pasar ummah di dalamnya
yang saling ridha, tidak menindas satu sama lain.
Dalam sistem kesultanan, mengutip dari tafsir
al-Qurthubi atas surat 4: 59, dijelaskan bahwa seorang sultan memiliki 7
tanggungjawab, yaitu: (1) membuat mata uang dinar dan dirham, (2) menentukan
ukuran dan timbangan dalam pasar ummah, (3) menegakkan hukum syariah, (4)
perihal ibadah haji, (5) perihal salat jum’at , (6) menetapkan tarikh Idul
Fitri dan Idul Adha, dan (7) mengumumkan jihad.
Dalam konteks Ternate,
langkah pertama telah dilakukan Sultan Ternate Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si
dengan membuat dinar dan dirham. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
rakyat banyak menurut Zahimi adalah dengan menggunakan dinar dan dirham untuk
mas kawin, hadiah, zakat, jual beli, tabungan, hudud, dan lainnya.
Dari berbagai masalah keumatan, menurut Zahimi
solusinya setidaknya ada 3, yaitu: (1) tegakkan Amirul
Mukminin/Khalifah/Kesultanan, (2) kembalikan mata uang syariah dinar dirham,
dan (3) yakin sepenuhnya kepada rancangan Allah swt.
Ia juga berpesan agar umat Islam berpegang kuat
kepada ayat Allah surat
An-Nisa 4:59: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan
taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada “Ulil-Amri” (orang-orang yang
berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berbantah-bantah
(berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya
kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya – jika kamu benar beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan
lebih elok pula kesudahannya.”
Sebagai optometris, Zahimi pernah berkhidmat
selama 7 tahun di Hospital Besar Pulau Pinang.
Ia juga punya usaha sendiri selama 10 tahun dan saat ini punya 3 toko optik.
Dalam hal dinar dan dirham, Zahimi juga kerap menjadi pembicara dan pelatihan
di Malaysia, Indonesia, Filipina,
Brunei, dan Bangladesh.
[*/yanuardisyukur]
***
UNKHAIR.AC.ID, TERNATE
– Ir. Umar Azmoon, Pengerusi (Ketua) Koperasi Amal Madinah Kuala Lumpur,
Malaysia, membawakan materi setelah H. Zahimi Chik. Materi yang dibawakannya
berjudul “Pasar Ummah: Asas Kesejahteraan Ummah”.
Untuk menciptakan Pasar Ummah, maka yang perlu
ada adalah infrastruktur. Dalam sejarah Islam, kata Ir. Azmoon, setelah
membangun masjid, Rasulullah segera membangun pasar.
Saat ini, Sultan Ternate telah menyediakan tempat
untuk Pasar Ummah ini.
Ir. Azmoon selain berprofesi sebagai akuntan, ia
juga yang memperkenalkan dinar dan dirham kepada PM Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada
1997. Di tahun 2001, ia memperkenalkan dinar dirham pada Sultan Ternate. Kegiatannya
dalam dinar dirham sejak 1989.
Setelah materi Ir. Azmoon, dilanjutkan dengan
materi terakhir oleh Mr. Abdullah Seymore dari Wadiah International, United Kingdom.
Dalam materinya, Seymore menjelaskan bahwa agama
(din) kita adalah Islam, bukan perbankan. “Sebagai muslim, kita harus hidup
memilih dinar dan dirham,” kata dia.
Selama 13 abad kaum muslim hidup tanpa perbankan,
muamalah juga berjalan lancar. Waktu itu umat Islam menggunakan sistem wadiah,
bukan bank. “Dan ini sunnah sifatnya,” kata Seymore lagi.
Dalam ekonomi syariah, wadiah dipahami sebagai
titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang
bersangkutan menghendaki. Mengutip Wikipedia, wadiah terbagi dua, yaitu:
(1) Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat
memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin
untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik
menghendakinya, dan (2) Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si
penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang
terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau
kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.
Landasan syariah dari wadiah diambil dari
al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat
kepada ahlinya” (4: 58) dan “Dan hendaklah orang yang diberikan amanat
itu menyampaikan amanatnya” (2: 283).
Seminar dengan tema yang jarang-jarang ini,
bahkan baru pertama kali di Unkhair ini turut memperkaya wawasan sivitas
akademika. Terkait dengan rencana penggunaan dinar dan dirham di Kesultanan
Ternate, diharapkan agar ada kajian lanjutan dari berbagai aspek.
[*/yanuardisyukur]
Cirebon, 12 Desember 2013, - Dinar Kasultanan Kasepuhan Cirebon yang
diluncurkan setahun yang lalu yaitu 6 Desember 2012 mulai memasuki Eropa
melalui transaksi muamalah berupa perdagangan, hadiah dan mahar.
Demikian
diungkapkan Ricky Rachadi Soeriakoesoemah, Ketua Jawara (Jaringan Wirausahawan
dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara) kepada About Cirebon, Kamis
pagi (12/12/2013).
" Kemarin sudah beberapa beredar di teman-teman Afrika Selatan, Perancis
dan Jerman via muamalah sehari-hari," ujar Ricky.
Di dunia ini baru ada 4 Kesultanan yang mulai menggunakan kembali uang emas dan
perak, ada tiga yang sudah dicetak yaitu :: KesultananKasepuhan, Kesultanan
Ternate dan Kesultanan Sulu.
Banhkan kedua yang meskipun masih terlihat kecil dalam penggunaannya namun
sangat aktif menggunakannya untuk tujuan yang sesungguhnya yaitu untuk
menunaikan zakat dan dipakai bermuamalah (red. berbisnis).
Ricky menambahkan saya ingin Cirebon bangkit
kembali dan anak mudanya berdaya dan bangga karena waktu Festival Keraton
Internasional, saya sering mendengar bahwa Cirebon sebagai Pakubumi.
Timbangan yang adil dimulai dari kembalinya anak timbangannya yaitu dinar
dirham, emas perak sebagai awalnya.
Endah Widowati - JAWARA Bekasi, Salah satu pemilik Salmaa
Baraka Food Bekasi, 03 September 2013
Bertempat di Mi Hijau Jawara, para anggota JAWARA kembali
berkumpul merintis kembalinya muamalah secara nyata.
JBF 3 DI MIE HIJAU JAWARA, BEKASI
"Kesultanan Cirebon telah mencetak
Dinar dan Dirham. Demikian juga Kesultanan Ternate. Ini adalah salah satu tanda
bahwa Khilafah akan kembali dari bumi Indonesia," demikian disampaikan
oleh Pak Yusron, Ketua JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham
Nusantara) Bekasi, pada Hari Sabtu tanggal 31 Agustus 2013 yang lalu pada saat
membuka JAWARA Business Forum (JBF) yang
ketiga.
Tepat lima
bulan setelah JBF pertama diadakan di Singapura pada tanggal 31 Maret 2013,
JAWARA Bekasi berinisiatif menggiatkan kembali JBF di Nusantara. Kali ini yang
menjadi tuan rumah adalah "Mi Jawara" (@MieHijauJawara), salah satu
anggota terbaru JAWARA yang berlokasi di kawasan Kranggan, Cibubur. Dihadiri
oleh dua puluh satu peserta yang merupakan anggota JAWARA eksisting maupun yang
baru bergabung, acara dimulai dengan sarapan pagi mie hijau sehat khas "Mi
Jawara" setelah sebelumnya peserta mendapat suguhan welcome drink oleh mas
Oni dan mbak Milla, sang pemilik.
Dalam suasana santai dan penuh keakraban, Pak Yusron juga
sedikit menyampaikan bahwa JAWARA adalah sebuah gerakan moral yang mempunyai
semangat untuk mengembalikan sunnah yang mulai hilang; sunnah bermuamalah.
"Kita sudah melihat trend uang kertas yang semakin lama semakin tidak
berarti. Sesuai dengan namanya, uang kertas adalah kertas, dan akan kembali
kepada fungsinya sebagai kertas. Rasulullah sendiri telah mengeluarkan
kebijakan dalam bentuk mata uang Dinar dan Dirham. Kita sebagai pengikutnya
seharusnya sudah mengaplikasikannya, bukan lagi hanya dalam teori namun sudah
masuk ke tataran praktek," demikian imbuh Pak Yusron.
Seiring
dengan mulai naiknya sang mentari, hidangan berikutnya pun tersaji, sop buah
ala "Mi Jawara" yang sangat menyegarkan. Bersamaan dengan itu pula
pak Abdarrahman, Ketua Yayasan JAWARA Muamalah, mulai menyampaikan arahannya
kepada para anggota JAWARA, "Saudara-saudara kita di Malaysia
sepakat untuk membesarkan nama JAWARA. Artinya kita bergerak tidak lagi hanya
di Bekasi, Bandung,
Depok, Tangerang, dan sebagainya. Kita akan bergerak di Nusantara. JAWARA akan
melampaui batas-batas negara, batas teritorial yang palsu."
Beliau juga menyampaikan pesan dari Shaykh Umar Vadillo,
bahwa "Modal kita adalah percayalah kepada Allah. Ini adalah dasar dari
niat kita, dan ini adalah apa yang ingin kita tuju. Kita tidak ingin menjadi
hamba Dinar Dirham, kita bahkan tidak ingin menjadi hamba Islam. Kita hanya
ingin menjadi hamba Allah. Dzikir kita adalah 'Allah, Allah, Allah', bukan
'Islam, Islam, Islam'. Keduanya adalah hal yang berbeda."
Selanjutnya pak Abdarrahman menjelaskan bahwa arti dari
"JAWARA" sebenarnya adalah orang yang rajin dan dekat dengan ulama.
"Paguyuban ini dinamakan JAWARA karena sesungguhnya Umat Islam adalah
Jawara, bukan umat yang lemah. Dalam Al Qur'an Allah telah menyatakan bahwa
umat Islam adalah umat yang satu dan umat terbaik. Tapi yang kita lakukan
sekarang justru seringkali bertentangan dengan apa yang telah Allah nyatakan
tersebut. Oleh karena itu melalui JAWARA kita akan kembali menegakkan perintah
Allah dan Rasul-Nya. JAWARA bukan mengenai Dinar dan Dirham. JAWARA bukan hanya
mengenai perdagangan. Tetapi kunci dari semua ini adalah kita ingin menegakkan
perintah Allah sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa
Sallam. Inilah JAWARA. Kalau kita mengerti hal ini, kalau kita mulai dari hal
ini, in sya Allah semuanya akan mudah."
Mengenai pentingnya perdagangan, Pak Abdarrahman
menguraikan sebagai berikut: "Islam akan kembali dari Nusantara. Islam
akan kembali dari sini dan akan kita bawa kepada Saudara-saudara kita melalui
apa yang datang kepada kita dahulu. Islam datang melalui perdagangan. Siapa
sekarang pedagang-pedagangnya kalau bukan kita? Jadi dari salah satu tempat
yang paling diberkati di Bekasi ini kita akan mulai menyebarkan cahaya
ini."
"Sebagaimana yang telah Allah nyatakan dalam QS. An
Nashr: 1-3, surat
yang menjadi janji, kunci, serta jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala:
(1) Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
(2) Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, (3)
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
Disitu Allah menjamin kemenangan, pertolongan, dan hadir.
Dan ketika itu datang, ketika itu terbuka, kita mengucapkan istighfar dan
bertaubat. Dan semoga apa yang kita mulai disini akan menyebar
kemana-mana."
JAWARA Business Forum
(JBF) sendiri direncanakan akan menjadi role model di banyak
tempat. Sesuai dengan namanya, JAWARA adalah jaringan wirausahawan yang
merupakan bagian dari apa yang diajarkan oleh Shaykh Umar, yang pertama kali
mencetak Dinar dan Dirham di abad ke-20. Beliau membangun suatu tatanan dimana
tidak mungkin bila hanya Dinar Dirhamnya saja yang ada. Harus ada lima pilar muamalah yang
kembali: uang, pasar, paguyuban (para pedagang dan produsen), karavan (jaringan
perdagangan terbuka), serta qirad dan syirkah (cara kita melakukan permodalan /
kongsi usaha). Inilah pintu bagi kita baik di JAWARA maupun bagi umat muslim
lainnya untuk belajar mengenai qirad dan syirkah. Bukan hanya belajar tetapi
langsung menerapkan.
JBF diharapkan dapat menjadi jembatan bagi para anggota JAWARA untuk saling
bertemu, saling bertransaksi, dan saling membantu. Dimulai dari saling percaya.
Percaya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan dengan demikian, kepercayaan
antara kita sebagai saudara akan kembali.
Siang itu, melalui beberapa unit usaha produksi dan perdagangan seperti: Salmaa
Baraka (makanan dan minuman olahan), Logawa Snack (aneka kue kering dan basah),
Mi Jawara (mie hijau berkwalitas juara), Halal Mart Nusantara (aneka produk
muslim halalan thoyyiban), Karya Usaha Rizqi (bahan bangunan, alat listrik dan
pertukangan, serta kontraktor pembangunan rumah), Lya Grup (baby & kids
stuff, payment point, dan technology), Bakoel Batiqku (aneka kain
batik tulis dan cap), serta aneka produk kebutuhan sehari-hari berupa pakaian,
sandal, mesin jahit, buku-buku, madu, dan bahkan jasa dokter, para JAWARA telah
kembali membuka satu pintu menuju terwujudnya muamalah yang sebenarnya.
Mereka telah merasakan suatu keberkahan dengan melaksanakan perintah Allah dan
Rasul-nya. Tak sedikit keping-keping Dirham yang berpindah tangan pada hari
itu. Mulai dari tiga Dirham sampai dengan lebih dari 30 Dirham diperoleh para
JAWARA melalui perdagangan yang nyata. Disamping itu dukungan para al Wakil
yang hadir pada JBF ini telah turut memperlancar jalannya muamalah, yaitu dari
Wakala Hijau, Wakala Rashanah, dan Wakala Salmaa. Sungguh, sinergi yang sangat
indah.
Di akhir acara, dilakukan sedikit prosesi berupa penempelan stiker "Kami
Menerima Dinar dan Dirham" di outlet "Mi Jawara" sebagai tanda
telah resmi bergabung menjadi anggota JAWARA. Juga dibagikan lima buah buku sebagai doorprize bagi para
peserta JBF.
Alhamdulillah, satu jalan baru telah terbentang. Jalan menuju ketaqwaan kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mari bersama kita susuri jalan ini.
Untuk bergabung, silakan kirimkan e-mail ke: jbf[at]jawaradinar.com.